Selasa 22 Apr 2025 19:32 WIB

Hutan Wakaf di Indonesia Rumuskan Peta Jalan Lima Tahun ke Depan

FGD bertujuan untuk menyelaraskan pandangan para nazhir yang mengelola hutan wakaf.

FGD Hutan Wakaf di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Foto: Dok MOSAIC
FGD Hutan Wakaf di Jakarta, Senin (21/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama bersama dengan Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengadakan diskusi kelompok terfokus (FGD) bertema “Pengembangan Ekosistem Hutan Wakaf dan Wakaf Hutan di Indonesia”. Kegiatan ini dihadiri oleh nazhir (pengelola) hutan wakaf dari berbagai daerah termasuk Aceh, Bogor, Tasikmalaya, Gunungkidul, Wajo dan Mojokerto.

FGD bertujuan untuk menyelaraskan pandangan para nazhir yang telah mengelola hutan wakaf serta merumuskan langkah strategis bagi pengembangan hutan wakaf serta gerakan Wakaf Hutan di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi pondasi untuk peta jalan pengelolaan hutan wakaf yang lebih sistematis dan kolaboratif dalam lima tahun ke depan, dilansir dari keterangan tertulis yang didapatkan Republika.

Baca Juga

Dirjen Bimas Islam Prof Abu Rokhmad dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kementerian Agama memiliki perhatian yang besar pada isu iklim, ”Kami ingin dapat menerjemahkan berbagai ayat dan hadis, termasuk agama-agama yang lain menggunakan pendekatan-pendekatan khas ekoteologi. Kita punya ajaran nilai-nilai agama yang luar biasa, tetapi umat sayangnya masih jauh dari itu, sehingga perlu dibangun satu teologi khusus mengenai alam."

Ia menambahkan, pelestarian lingkungan khususnya hutan harus menjadi kesadaran semua umat dan pemerintah perlu bersinergi untuk mendorong ekosistem Wakaf Hutan yang lebih baik khususnya membangun kolaborasi dengan kementerian terkait serta kebijakan. “Kementerian Agama siap mendukung juga dari sisi kebijakan, jangan sampai ada gap antara apa yang kita dukung dengan kebijakan," jelas dia. 

Menanggapi konsep ekoteologi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Assoc. Prof. Irfan Syauqi Bek, menilai bahwa konsep tersebut sangat luar biasa. “Ini bukan sekadar diskursus akademik, tetapi juga merefleksikan satu konsep, bahwa sebenarnya melindungi lingkungan itu adalah bagian dari keimanan. Karena hablul minal alam (hubungan manusia dengan alam semesta) itu menjadi indikator apakah kita patuh kepada Allah SWT atau tidak.”

Ia juga menjelaskan bahwa inisiatif seperti Hutan Wakaf perlu mendapatkan dukungan yang besar. Ia mengutip laporan Asian Development Bank (ADB), “Kalau tidak ada ikhtiar maksimal, maka setiap negara akan berpotensi kehilangan Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi, kalau pemerintah ingin 8% pertumbuhan ekonomi, kalau tidak memperhatikan aspek lingkungan, tambah berat, ada reverse effect. Sampai 2035 kita bisa kehilangan 5% PDB, dan angka itu akan naik; dalam hitungan 15 tahun, dia bisa naik dua kali lipat, di 2070  bisa sampai kehilangan 30%, itu luar biasa.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement