REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dinilai berpotensi membiayai inisiatif hutan wakaf di Indonesia. Selama ini, hasil dari wakaf tunai yang diinvestasikan kepada sukuk negara tersebut disalurkan untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi nazir atau pengelola wakaf.
Direktur Keuangan Sosial Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Dwi Irianti Hadiningdyah menjelaskan, CWLS merupakan bentuk wakaf uang yang terintegrasi kepada sukuk negara. Waqif atau pihak yang berwakaf bisa merupakan individu atau institusi sesuai dengan prinsip syariah.
Wakaf tunai tersebut memiliki minimal pesanan Rp 1 juta untuk retail dan Rp 10 Miliar untuk private placement (penempatan pribadi). Sesuai dengan prinsip syariah, sukuk tersebut juga tidak bisa diperdagangkan.
Dwi menjelaskan, pada 2023, nilai imbal hasil yang telah didistribusikan senilai Rp 27,69 Miliar. Pembiayaan ini disalurkan untuk program sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan umat di beberapa sektor seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, pemberdayaan ekonomi, keagamaan hingga sosial. “Untuk proyek hijau seperti hutan wakaf sangat memungkinkan dengan CWLS ini,”ujar Dwi yang berbicara pada focus group discussion (FGD) bertema Penguatan Kolaborasi dan Pembiayaan Hutan Wakaf Nasional yang digelar Muslim for Shared Actions on Climate Impact (MOSAIC) di Jakarta, Senin (28/5/2025) lewat keterangan tertulis.

Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI) drh Emmy Hamidiyah mengungkapkan, pertumbuhan wakaf dari tahun ke tahun semakin bertambah. Dari sisi wakaf uang, mencapai hingga Rp 3,2 Triliun. Meski demikian, ujar dia, raihan ini masih jauh dari potensi wakaf uang di Indonesia yang bisa mencapai Rp 180 Triliun per tahun.
Untuk meningkatkan nilai wakaf uang, dia mengungkapkan, butuh kolaborasi dengan banyak pihak termasuk dengan proyek-proyek hijau seperti hutan wakaf. “Kami mendukung tidak hanya setiap usaha meningkatkan wakaf, meningkatkan pembiayaan terkait wakaf. BWI atas dukungan kemenag sudah melaunching Satu Wakaf,”ujar dia.
Ketua Yayasan Hutan Wakaf Bogor Khalifah Muhammad Ali mengatakan, wakaf bisa menjawab isu-isu global terkait iklim dan pemanasan bumi. Terlebih, wakaf dikenal sebagai instrumen ekonomi Islam yang abadi dan berkeadilan. “Masuknya wakaf di dalam hutan akan bisa menimbulkan keberlanjutan karena fakta sejarah aset wakaf bisa bertahan lama,”kata Khalifah.
Khalifah menjelaskan, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam konservasi bernilai lingkungan konsep hutan berbasis wakaf lewat aksi kolaborasi. Terlebih, ujar dia, saat ini sudah terdapat delapan titik hutan wakaf yang ada di berbagai daerah yang jika ditotal memilki luas 58 hektar. Menurut Khalifah, FGD membuka peluang baru untuk pengembangan hutan wakaf baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi kebijakan.