Kamis 09 Oct 2025 20:33 WIB

Setelah Bentrok dengan SDF, Militer Suriah Kembali Kontak Senjata dengan Pemberontak Sweida

Suriah masih mengalami gejolak stabilitas nasional.

Konvoi pasukan pemerintah menuju kota Sweida di mana bentrokan meletus antara pasukan pemerintah dan milisi Druze saat melewati desa Mazraa di Suriah selatan, Selasa, 15 Juli 2025.
Foto: AP Photo/Omar Sanadiki
Konvoi pasukan pemerintah menuju kota Sweida di mana bentrokan meletus antara pasukan pemerintah dan milisi Druze saat melewati desa Mazraa di Suriah selatan, Selasa, 15 Juli 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS— Belum lama militer Suriah mengumumkan gencatan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), bentrokan bersenjata kembali terjadi dengan "faksi-faksi pemberontak" di provinsi selatan Sweida.

Menurut sumber militer Suriah, faksi tersebut melanggar gencatan senjata di poros Wolga dan menargetkan titik-titik keamanan, menurut saluran berita resmi Suriah, al-Ikhbariya, dikutip Aljazeera, Kamis (9/10/2025).

Baca Juga

Pasukan keamanan internal di Sweida menanggapi sumber-sumber tembakan dan menargetkan posisi-posisi pemberontak, kata sumber tersebut.

Pada pertengahan September, Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shibani mengumumkan peluncuran proses guna mencapai rekonsiliasi nasional dan memulihkan stabilitas di Suriah selatan.

Langkah ini menyusul pertemuan bersama di Damaskus dengan mitranya dari Yordania, Ayman Safadi, dan utusan Amerika Serikat (AS) untuk Suriah, Tom Brock, yang merupakan pertemuan ketiga antara ketiga pihak tersebut sejak bulan Juli.

Al-Shaibani mengungkapkan sebuah peta jalan terdiri dari tujuh langkah untuk sebuah solusi di Sweida yang telah ditandatangani dengan dukungan Yordania dan Amerika Serikat.

Gencatan senjata yang rapuh telah diberlakukan di Sweida sejak Juli setelah bentrokan mematikan selama sepekan antara kelompok-kelompok Druze dan suku-suku Badui yang menewaskan ratusan orang.

Menurut Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia, meskipun pemerintah Suriah telah mengumumkan empat gencatan senjata berturut-turut di daerah tersebut, tiga di antaranya gagal.

Israel menggunakan dalih melindungi kaum Druze untuk meningkatkan agresinya terhadap Suriah, yang oleh Damaskus dianggap sebagai campur tangan terang-terangan dalam urusan dalam negerinya.

Menuntut Israel untuk mematuhi perjanjian pemisahan pasukan yang ditandatangani kedua belah pihak pada 1974.

Pemerintah Suriah telah melakukan upaya intensif untuk mengendalikan keamanan di negara tersebut sejak penggulingan rezim Presiden Bashar al-Assad yang digulingkan pada 8 Desember 2024 setelah 54 tahun berkuasa bersama almarhum ayahnya, Hafez al-Assad.

Sejak jatuhnya rezim Assad, Kementerian Dalam Negeri Suriah telah mengumumkan penyitaan gudang-gudang dan pabrik-pabrik narkoba di beberapa daerah di negara tersebut, yang dituduh berada di balik rezim yang digulingkan.

photo
Konvoi pasukan pemerintah menuju kota Sweida di mana bentrokan meletus antara pasukan pemerintah dan milisi Druze saat melewati desa Mazraa di Suriah selatan, Selasa, 15 Juli 2025. - ( AP Photo/Omar Sanadiki)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement