REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pendiri Inisiatif Konservasi Hutan Wakaf (IKHW) Afrizal Akmal mengkritik kampanye influencer di media sosial yang hendak patungan untuk membeli hutan. Menurut Akmal, hutan sejatinya tidak untuk diperjualbelikan karena akan melanggar perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, dia menegaskan, narasi pembelian hutan merupakan kebutuhan manusia modern untuk menguasai segala hal yang memberi rasa aman palsu.
“Membeli hutan hanyalah gejala dari penyakit yang lebih besar, kebutuhan manusia modern untuk menguasai segala hal yang memberinya rasa aman palsu. Kita pikir dengan membeli hutan, kita menyelamatkannya. Padahal, kadang-kadang, yang perlu diselamatkan itu justru manusia dari keserakahan, dari ilusi bahwa bumi adalah properti pribadi, dan dari anggapan bahwa uang adalah obat bagi segala keberlanjutan,”ujar Nazir Hutan Wakaf Aceh ini kepada Republika, Selasa (9/12/2025).
Dia menjelaskan, IKHW menginisiasi gerakan konservasi dengan membebaskan lahan-lahan kritis untuk dihijaukan kembali melalui mekanisme wakaf, sebuah konsep yang mereka jalankan bersama warga setempat melalui pendanaan crowdfunding.
Lihat postingan ini di Instagram
Afrizal mengungkapkan, program yang dikelola secara kolaboratif antara nazir komunitas dan masyarakat lokal ini memungkinkan siapa saja menjadi wakif hanya dengan berdonasi mulai dari Rp10.000. Dengan demikian, upaya rehabilitasi hutan dapat dilakukan secara partisipatif dan berkelanjutan.
Afrizal mengatakan, Hutan Wakaf adalah konsep hibah yang fokus pada penyelamatan landscape dan konservasi lahan kritis. Lahan-lahan kritis dibebaskan, kemudian dihutankan kembali melalui penanaman pohon.
“Jadi ini satu konsep yang menekankan pada menyelamatkan landscape. Jadi yang kita prioritaskan adalah konservasi langsung dengan cara membebaskan lahan-lahan kritis, Kemudian kita tanami menjadi hutan, kita hutankan kembali,"kata Afrizal.




