Jumat 19 Oct 2012 14:46 WIB

Aturan Islam tentang Harta Rampasan Perang (8)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wallpaper.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Khusus tentang harta ghanimah yang terdiri atas tanah, pembagiannya dapat dilakukan seperti harta ghanimah lainnya tersebut di atas, dan dapat juga diwakafkan kepada kaum Muslimin.

Tanah yang diwakafkan itu boleh digarap oleh baik muslim maupun kafir dzimmi.

Apabila tanah itu diwakafkan oleh imam, maka atas tanah itu dikenakan Wiara (pajak tanah) secara terus-menerus yang diambil dari penggarap atau pemegangnya. Kharaj itu merupakan sewa tanah yang diambil setiap tahun.

Nafal dan Hukum yang Terkait

Jumhur ulama berpendapat bahwa imam boleh memberi tambahan bagian kepada orang tertentu. Tambahan ini, menurut Wahbah Az-Zuhaili, sebagaimana tersebut di atas, disebut nafal. Nafal dapat teijadi dalam dua bentuk.

Pertama, nafal yang diberikan kepada tentara Islam tertentu dengan maksud mendorong semangat tempurnya. Dalam hal ini, panglima perang misalnya berkata kepada para tentara, "Barangsiapa mendapat barang rampasan, maka ia diberi sepempat atau sepertiga daripadanya." (QS. Al-Anfal: 65).

Tambahan pada bagian harta rampasan itu merupakan salah satu bentuk cara mengobarkan semangat jihad. Akan tetapi, menurut Wahbah Az- Zuhaili, bolehnya memberi bagian iebih kepada tentara tertentu sebagai pendorong semangat jihad disyaratkan sebelum dihasilkannya harta rampasan itu. Harta yang dijanjikan itu tidak termasuk dalam kategori harta ghanimah yang harus dibagi berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Kedua,harta yang diambil dari harta ghanimah. Imam Ahmad bin Hanbal, Imam asy-Syafi‘i, dan Imam Malik berpendapat bahwa imam boleh memberi tambahan bagian kepada orang tertentu sebanyak sepertiga atau seperempat dari bagian yang seharusnya mereka terima, sesuai dengan besamya jasa mereka.

Akan tetapi, mereka berbeda tentang asal harta ghanimah yang ditambahkan itu. Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa tambahan itu diambil dari bagian harta ghanimah untuk tentara (yaitu yang empat perlima), sedangkan Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik berpendapat bahwa tambahan itu boleh diambil dari yang seperlima, yaitu bagian yang dalam ayat di atas dinyatakan sebagai hak Allah SWT dan Rasul-Nya.

Ad-Dahlawi juga membolehkan imam menambah atau mengurangi bagian tentara Islam tertentu berdasarkan taraf ekonomi masing-masing. Bagian orang kaya boleh dikurangi dan bagian orang miskin ditambah.

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement