REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Arrmanatha Nasir menyoroti standar ganda yang dipertontonkan di Jalur Gaza saat ini. Menurut dia, hal itu merusak sistem multilateral.
Tata mengatakan, sejak Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, lebih dari 44.500 warga Palestina telah terbunuh. "Jika pembunuhan ribuan orang tak berdosa ini tidak dianggap sebagai genosida, lalu apa sebutan yang pantas?" ujar diplomat yang akrab disapa Tata dalam Sidang Darurat Majelis Umum PBB yang membahas tindakan ilegal Israel di wilayah Palestina, Kamis (5/12/2024).
Dia pun menyoroti adanya delapan rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang bertujuan menghentikan kekerasan di Gaza, kandas akibat penggunaan hak veto. Dari empat resolusi yang disahkan DK PBB, tak satu pun dijalankan secara efektif.
Menurut Tata, di luar itu, berbagai produk hukum dari Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional yang menuntut akuntabilitas serta penghentian kejahatan kemanusiaan pun tidak ada yang dipatuhi. Tata berpendapat, standar ganda itu seolah memberikan "lampu hijau" kepada Israel untuk melanjutkan kekerasan terhadap rakyat Palestina dan mencederai tatanan hukum internasional.
Oleh sebab itu, Tata mengajak negara-negara mulai mengambil langkah konkret melalui penghentian pengiriman senjata ke Israel, implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB, dan keputusan Mahkamah Internasional secara efektif, serta perbaikan atas kondisi kemanusiaan di Gaza melalui bantuan internasional.
Indonesia juga menyesalkan langkah Israel yang terus menghambat masuknya bantuan internasional ke Gaza. Hal itu termasuk meningkatnya upaya mendiskreditkan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). "Kami turut merasa kehilangan atas gugurnya 333 pekerja kemanusiaan, termasuk 249 staf UNRWA, saat membantu warga Gaza. Mereka adalah harapan terakhir bagi keberlangsungan hidup rakyat Gaza," ujar Tata.