REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Kancah politik Israel sedang menyaksikan penyelarasan dan reposisi yang jelas, karena koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu perlahan-lahan hancur dan seiring dengan meningkatnya keyakinan umum bahwa negara ini sedang menuju pemilihan umum dini pada pertengahan 2026.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa Likud telah mendapatkan kembali sebagian kekuatan elektoralnya, tetapi masih belum dapat mengamankan mayoritas untuk membentuk pemerintahan baru.
Karena koalisi saat ini menghadapi penurunan kohesi dan popularitas karena undang-undang perekrutan Haredi, krisis anggaran 2026, dan perubahan dalam peradilan
Partai-partai oposisi berusaha memanfaatkan kelemahan ini dengan membangun koalisi luas yang menyatukan kubu tengah, kiri, dan kanan.
Langkah-langkah ini bertujuan membentuk front politik yang mampu mencapai mayoritas partai Yahudi dan mengakhiri kekuasaan ekstrem kanan lalu mengembalikan panggung politik ke jalur yang lebih "moderat", menurut beberapa analisis Israel.
Sementara laju konsultasi dan kontak antara para pemimpin partai semakin cepat, tampaknya fase berikutnya, menurut pembacaan Israel, akan ditandai dengan perjuangan koalisi yang intensif dalam persiapan untuk pemilihan umum penentu yang dapat mengubah peta politik Israel.
Oposisi memimpin
Sebuah jajak pendapat publik Israel, yang hasilnya dipublikasikan pada Kamis malam, menunjukkan bahwa Partai Likud yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang sedang dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan perang di Gaza— masih memimpin kancah politik.
"حكومة نتنياهو هي المسؤولة".. زعيم المعارضة الإسرائيلية يائير لابيد يقول إن إسرائيل تعيش أخطر أزمة سياسية في تاريخها، فما الأسباب؟ #إنفوغراف pic.twitter.com/XLFOHGAZIs
— قناة الجزيرة (@AJArabic) October 21, 2025




