REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, kebijakan kenaikan pajak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang memicu protes publik berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip fikih. Hal itu disampaikan pengurus LBM PBNU, Iffah Umniati Ismail.
Ia menjelaskan, dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU beberapa waktu lalu, para alim ulama sudah menyepakati prinsip-prinsip fikih. Terkait dengan kebolehan memungut pajak, ada tiga syarat pokok yang mesti dipenuhi oleh negara atau pemegang kuasa.
Pertama, kata Iffah, adanya kondisi darurat atau hajat mendesak yang tidak dapat dipenuhi dari dana zakat atau sumber pendapatan negara lainnya.
Kedua, penentuan objek pajak dan tarifnya harus dilakukan secara adil dan proporsional.
Ketiga, pengelolaan dan distribusi dana pajak harus dilakukan secara adil dan proporsional.
“Dengan kata lain, pajak yang memberatkan rakyat miskin, ditarik tanpa alasan mendesak, atau dikelola secara tidak transparan, bertentangan dengan prinsip fikih yang disepakati dalam forum Munas NU ini,” ujar Iffah dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, tindakan membayar pajak, asalkan memenuhi ketiga syarat tersebut, merupakan bentuk ketaatan kepada pemimpin (ulil amri). Namun, di sisi lain, ulil amri memikul amanah besar untuk mengelola dana pajak secara adil, bebas korupsi, dan memastikan manfaatnya kembali kepada rakyat, terutama kelompok yang membutuhkan.
“Penyalahgunaan dana pajak untuk kepentingan pribadi, pemborosan, atau proyek yang tidak relevan akan menghilangkan legitimasi keagamaan dari kebijakan pajak itu sendiri,” ucap Iffah.
Dalam konteks kasus di Pati, Iffah menyoroti dua poin krusial hasil Munas NU yang berpotensi dilanggar. "Jika dikaitkan dengan kasus di Pati, dua hal krusial dalam hasil Munas NU patut dicatat," katanya.
Pertama, keadilan tarif. Menurut Iffah, hasil Munas NU mensyaratkan bahwa pajak ditetapkan secara adil dan proporsional dalam penentuan objek dan tarifnya. Setiap kewajiban yang dibebankan oleh otoritas tidak boleh memberatkan secara berlebihan dan proporsional dengan kemampuan rakyat.
"Dalam konteks Pati, kenaikan pajak yang signifikan tanpa memperhitungkan daya tahan ekonomi pelaku usaha kecil dan menengah berpotensi bertentangan dengan prinsip ini," jelas Iffah.