REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Bidang Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas mengatakan, jika hujan turun dengan deras maka hutan yang lebat akan dapat menahan terjadinya banjir, karena hutan tersebut memiliki beberapa fungsi yang dapat membantu mengurangi resiko banjir.
Buya Anwar mengatakan, pertama, hutan yang lebat akan dapat menyerap dan menahan air hujan dan mengurangi aliran air permukaan. Sehingga dapat mengurangi jumlah air yang mengalir ke sungai yang akan menyebabkan banjir.
"Kedua, hutan yang lebat akan dapat mengurangi erosi tanah dan longsor sehingga bila terjadi hujan deras, air yang mengalir ke sungai tidak terlalu banyak lumpurnya," kata Buya Anwar kepada Republika, Senin (8/12/2025)
Ia menegaskan, hutan yang lebat dapat menahan air hujan melalui beberapa cara. Pertama, intersepsi, di mana air hujan yang turun ditahan oleh daun dan cabang dari pohon. Kedua, infiltrasi, di mana air hujan akan diserap oleh pohon ke dalam tanah.
Ketiga, melalui proses perkolasi hutan akan dapat mengatur proses aliran air ke dalam tanah. Sehingga dengan kehadiran hutan yang lebat dia akan dapat mengatur pergerakan air yang ada secara efektif sehingga bisa mengurangi resiko banjir.
"Berbeda halnya jika hutan tersebut telah ditebang dan menjadi gundul karena tidak ada lagi pohon yang akan berfungsi menyerap dan menahan air, sehingga air hujan yang deras akan langsung mengalir ke sungai sehingga menyebabkan banjir," ujar Buya Anwar.
Ia menegaskan, jika tanah dari hutan yang sudah gundul tersebut sudah mengeras, kemampuannya menyerap dan menahan air hujan akan semakin jauh berkurang, akibatnya air tidak lagi meresap ke dalam tanah sehingga langsung mengalir ke sungai dan banjir. Di samping itu hutan yang gundul juga dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah sehingga dengan adanya hujan deras maka terjadilah erosi dan tanah longsor yang menghambat aliran air sehingga meningkatkan resiko banjir.
"Lalu bagaimana halnya jika hutan lebat tersebut diganti dengan perkebunan kelapa sawit? Kebun kelapa sawit jelas akan dapat menyerap dan menahan air hujan tetapi dia tidak banyak menyerap air hujan karena dia memiliki struktur anatomi yang berbeda dengan pohon-pohon lainnya, karena ukuran jaringan xilem (pengangkut air) yang dimilikinya lebih kecil dibandingkan yang ada pada pohon lain," jelas Buya Anwar.
Ia menambahkan, juga di samping itu pohon sawit memiliki lapisan lilin pada permukaan batangnya sehingga kemampuannya untuk menyerap air hujan menjadi relatif rendah dibandingkan dengan pohon lainnya. Sehingga jika hujan turun dengan deras maka terjadilah banjir. Sekedar untuk perbandingan pohon sawit hanya menyerap sekitar 20-30 liter air per hari, sementara pohon lainnya bisa menyerap sekitar 100-200 liter air per hari.
"Jadi mengganti hutan yang lebat dengan perkebunan sawit jelas beresiko bagi terjadinya banjir karena kemampuan kebun sawit dalam menyerap dan menahan air jauh lebih rendah daripada hutan yang lebat," ujarnya.
Buya Anwar menambahkan, begitu juga terkait dengan struktur tanah yang terbentuk. Di perkebunan sawit struktur tanahnya lebih padat dan kurang poros sehingga air lambat meresap akibatnya air menggenang sehingga mendorong terjadinya banjir. Sementara pada hutan yang lebat, tanahnya lebih gembur dan poros sehingga air cepat meresap dan tidak menggenang. Hal itu jelas akan mengurangi resiko banjir.
Oleh karena itu jika pemerintah ingin membuat perkebunan kelapa sawit dan ingin meminimalisir resiko bagi terjadinya banjir, maka pemerintah jangan hanya mendengar suara dan kepentingan dari pihak pengusaha saja tapi juga harus mendengarkan saran dari para ahli lingkungan hidup, tata ruang dan para ahli lainnya.
"Agar bencana dan malapetaka seperti yang terjadi sekarang ini di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatra Barat dapat dihindari," ujarnya.




