REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH Imam Jazuli, Lc., MA, menegaskan urgensi mengembalikan Nahdlatul Ulama (NU) kepada khittah aslinya sebagai organisasi keulamaan. Penegasan ini muncul di tengah dinamika internal yang melibatkan hubungan antara Syuriyah (badan legislatif/fatwa) dan Tanfidziyah (badan eksekutif) di PBNU. Menurut Kiai Imam, penataan ulang orientasi organisasi tersebut harus berpijak kuat pada konstitusi tertinggi NU, yakni Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Dalam pernyataannya, Kiai Imam Jazuli menekankan bahwa NU sejak awal dirancang sebagai jam’iyah ulama (organisasi para ulama) yang menjunjung tinggi kepemimpinan keilmuan dan spiritual. Organisasi ini, lanjutnya, bukanlah sekadar struktur administratif biasa, melainkan wadah yang mengedepankan bimbingan para kiai sepuh.
“NU bukan organisasi manajerial seperti korporasi. NU adalah jam’iyah ulama yang kepemimpinannya dipimpin oleh Syuriyah dan Rais Aam. Di situlah letak marwah dan otoritas tertinggi organisasi,” tegasnya.
Menurut Kiai Imam Jazuli, pasal-pasal fundamental seperti Pasal 14 dan Pasal 18 AD NU merupakan prinsip dasar (ushul) yang mengatur kedudukan Syuriyah sebagai pimpinan tertinggi dan pemegang otoritas keagamaan serta kebijakan strategis. Sementara ketentuan lain yang bersifat teknis-prosedural, termasuk pasal yang kerap dijadikan rujukan oleh Tanfidziyah, berada pada level furu‘ (turunan).
“Dalam asas hukum berlaku kaidah lex inferiori derogat legi superiori. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Maka ketentuan teknis tidak bisa menafikan kewenangan Syuriyah sebagai pimpinan tertinggi,” ujarnya.
Kiai Imam Jazuli menilai bahwa mayoritas Nahdliyin memiliki kesadaran tinggi bahwa keputusan Syuriyah adalah keputusan tertinggi dalam hierarki organisasi. “Mengabaikan keputusan Syuriyah, sama artinya dengan mengabaikan ushul organisasi itu sendiri,” terangnya.
Forum Kultural Tidak Menggantikan Mekanisme Resmi Organisasi
Merespons berbagai forum kultural yang muncul, mulai dari Ploso, Tebuireng, Bangkalan, hingga Babakan Cirebon, Kiai Imam menegaskan bahwa posisi forum-forum tersebut harus ditempatkan secara proporsional.
“Forum Ploso dan Tebuireng menyerukan islah. Forum Bangkalan dan Babakan membela marwah Syuriyah. Keduanya penting sebagai pandangan moral para sesepuh, tetapi bukan forum resmi penyelesai konflik,” tegas Kiai muda ini.
“Mekanisme resmi tetap melalui Syuriyah, mulai Pleno, atau Majelis Tahkim bila diperlukan. Berlanjut Munas Alim Ulama untuk mempersatukan pandangan para ulama hingga Konbes dan diakhiri Muktamar ke-35 NU” jelasnya.
Tegak Lurus bersama Syuriah dan Rais Aam
Kiai Imam Jazuli menegaskan bahwa jalan keluar terbaik atas dinamika internal PBNU adalah tegak lurus bersama Syuriyah dan Rais Aam. Ia menyampaikan dukungan atas rencana Syuriyah PBNU menggelar Rapat Pleno, termasuk agenda pengangkatan Pj Ketua Umum dan penetapan waktu pelaksanaan Muktamar ke-35 NU.
“Menegakkan supremasi Syuriyah berarti menegakkan khittah NU. Karena itu, semua pihak harus menghormati dan taat atas keputusan Rais Aam, serta mendukung langkah Syuriyah PBNU yang akan menggelar Pleno pada 9–10 Desember 2025,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa arahan para Mustasyar, yang hadir sebagian dalam forum Tebuireng maupun forum lainnya, sebaiknya disampaikan melalui mekanisme resmi organisasi.
“Forum-forum seperti Tebuireng, Ploso, Bangkalan, dan Babakan Cirebon harus dipahami sebagai nasihat sesepuh. Tidak perlu dibenturkan dengan mekanisme organisasi. Justru harus berjalan seiring untuk menguatkan keputusan Syuriyah,” ujarnya.
Kiai Imam Jazuli juga meminta seluruh pengurus NU di semua tingkatan untuk menjaga akhlak dan etika dalam menyikapi dinamika ini. Ia mengimbau agar warga NU tidak menyebarkan narasi negatif atau konten yang mendiskreditkan para pimpinan.
“Mari kita kedepankan kemaslahatan dan akhlak dalam bermedia. Jangan mengunggah atau menyebarkan narasi yang merendahkan pimpinan NU. Kita jaga martabat jam’iyah dengan sikap dewasa, noleh, dan tawadhu’,” pesannya.
Ia mengajak umat untuk tetap menjaga persatuan dan marwah NU.
“Semua langkah harus kembali kepada AD/ART. Di situlah rumah besar kita berdiri. Tegak lurus bersama Syuriyah dan Rais Aam adalah kunci menjaga NU tetap sebagai organisasi ulama. Wallahu a‘lam bish-shawab,” pungkasnya.




