REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) kembali menegaskan tidak akan memenuhi permintaan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar agar mundur dari jabatan Ketua Umum. Gus Yahya menilai permintaan tersebut tidak memiliki dasar hukum organisasi dan menegaskan siap menempuh jalur hukum demi menjaga tatanan organisasi NU.
Gus Yahya menyatakan posisinya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dan mandataris Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 2021 tidak dapat diganggu gugat, kecuali melalui mekanisme muktamar.
“Posisi saya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dan mandataris Muktamar ke-34 tahun 2021 di Lampung tetap tidak dapat diubah kecuali melalui Muktamar. Ini sangat jelas dan tanpa tafsir ganda dalam sistem konstitusi NU,” ujarnya saat jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Menurut Gus Yahya, keputusan yang disebut sebagai hasil rapat harian Syuriah tidak sah dan batal demi hukum karena berada di luar kewenangan forum tersebut.
“Pernyataan yang dikatakan sebagai hasil rapat harian syuriah mengenai posisi saya itu itu tidak dapat diterima dan batal demi hukum karena di luar kewenangan dari rapat harian syuriah itu sendiri,” ucapnya.
Gus Yahya juga menyoroti beredarnya undangan rapat pleno yang digagas Syuriah. Ia menegaskan pleno hanya sah jika dipimpin bersama oleh Rais Aam dan Ketua Umum. “Dan tidak bisa rapat pleno hanya diselenggarakan oleh syuriah saja, ini tidak bisa,” katanya.
Ia mengaku tidak memiliki kepentingan pribadi dalam polemik ini, selain mempertahankan tatanan organisasi agar tidak runtuh oleh keputusan sepihak. Menurutnya, rapat harian Syuriah yang digelar sekitar dua pekan lalu dilakukan tanpa memberikan kesempatan klarifikasi kepadanya.
“Itu berarti secara material jelas tidak dapat diterima. Dan itu apabila diperturutkan termasuk dengan keputusan lebih-lebih, keputusan yang di luar wewenang, itu akan meruntuhkan keseluruhan konstruksi organisasi NU ini,” jelasnya.
Lihat postingan ini di Instagram




