Laporan jurnalis Republika, Teguh Firmansyah, dari Jeddah, Arab Saudi
Nenek Sumbuk telah tiba di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, pada Ahad (18/5/2025) pagi waktu setempat. Ia bisa dikatakan "istimewa." Sebab, tamu Allah yang berasal dari Kota Bekasi, Jawa Barat, itu adalah jamaah haji tertua dari Indonesia pada musim 1446 H/2025 M ini. Kini, usianya sudah mencapai 109 tahun.
Begitu turun dari pesawat Garuda, Nenek Sumbuk langsung disambut sejumlah petugas haji. Mereka menyapanya dengan ramah.
Nenek Sumbuk sempat diberikan alat bantuan pernapasan. Sesaat kemudian, kondisinya membaik sehingga dapat melanjutkan perjalanan ke hotel.
"Kami sempat kasih oksigen, sempat melakukan tindakan (medis), tetapi alhamdulillah ibunya bersemangat untuk naik haji," ujar dr Murdiana yang bertugas menjadi pendamping kesehatan bagi Nenek Sumbuk, Ahad (18/5/2025).
"Pas beliau mau minum, mau makan, sudah bagus, Bisa diajak bicara lagi," sambung dia.
Menurut Murdiana, kondisi nenek Sumbuk sudah sangat membaik. Untuk selanjutnya, jamaah haji lansia ini akan didampingi oleh tim dari Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah.
"Ibu ini nanti akan didampingi kami dan oleh KKHI Makkah. Jadi, memang dari KKHI Jeddah sudah kasih instruksi kepada kami untuk berkoordinasi dengan KKHI Makkah. Beliau tetap dalam pendampingan," jelas Murdiana.
Ia juga memastikan, kondisi kesehatan Nenek Sumbuk akan terus dipantau. Timnya juga membersamai warga Kota Bekasi ini, termasuk ketika berada di hotel.
"(Hotelnya) bareng sama kami karena biar dipantau khusus sama kami, jadi tinggalnya bersama," ujar Murdiana.
Nenek Sumbuk tiba di Arab Saudi usai menempuh penerbangan selama 10 jam dengan menggunakan maskapai pesawat Garuda. Pesawat terbang mendarat dengan selamat pada pukul 07.25 waktu Arab Saudi (WAS), hari ini.
Di Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Aziz, Mbah Sumbuk memandang sekelilingnya dengan tatapan penuh rasa syukur.
"Alhamdulillah, nembe kiye numpak pesawat, wis tua." (Alhamdulillah, baru kali ini naik pesawat, sudah tua.)
Mbah Sumbuk menoleh ke kanan dan kiri. Ia pun bertanya kepada petugas haji dengan suara lirih namun penuh harap, “Ngendi lemeté, Le? Kowe ngerti ora, ana lemet ora neng kéné?” (Di mana lemetnya, Nak? Kamu tahu tidak, ada lemet tidak di sini?).
Bagi Mbah Sumbuk, lemet—sajian tradisional sederhana dari singkong parut dan gula jawa—tidak sekadar makanan, tetapi juga representasi kerinduannya akan kampung halaman tercinta.
Para petugas yang mendengarnya tersenyum haru. Tidak menyangka akan kesederhanaan permintaan dari seorang jamaah istimewa.
Menurut penuturan Sukmi (56 tahun), anak yang mendampingi perjalanan Mbah Sumbuk, selama penerbangan, sang ibu tercinta enggan menyantap makanan yang disediakan kru pesawat.
Tak mengherankan jika setibanya di Jeddah, kerinduan akan kampung halaman langsung mendorong Mbah Sumbuk untuk mencari panganan favoritnya.
View this post on Instagram
Bertemu 'orang sekampung halaman'
Di tengah keramaian Terminal Haji, seorang petugas bernama Warijan menghampiri Mbah Sumbuk.
Betapa terkejut dan bahagianya Mbah Sumbuk ketika mengetahui bahwa Warijan juga berasal dari Kebumen. Wajahnya seketika berubah cerah.