Dalam bukunya, Tome Pires membagi kepercayaan penduduk di Kalimantan ke dalam dua jenis. Pertama, adalah kaum pagan, atau mereka yang masih menganut kepercayaan turun-temurun.
Kedua, kaum ‘Moor’, yang mengacu kepada kaum Muslim. Istilah ‘Moor’ untuk orang Islam adalah istilah yang lazim dipakai oleh kalangan Eropa Kristen, khususnya orang Spanyol dan Portugis, kala itu.
Profesi kaum Moor itu, menurut Pires, adalah sebagai pedagang dan mereka memiliki tempat terhormat di tengah masyarakat. Bahkan, di salah satu wilayah di Kalimantan, seorang rajanya telah menganut agama Islam. Ini memperlihatkan bahwa dalam kurun waktu yang dinarasikan Pires, Islam bukan lagi agama asing, melainkan telah berakar secara lokal dan bahkan telah memiliki legitimasi secara politik.
Seiring dengan kedatangan Islam di Kalimantan, sejumlah kerajaan Islam pun berdiri di pulau besar ini. Di utara, Kerajaan Brunei, yang awalnya merupakan wilayah bawahan Majapahit yang berpusat di Jawa, menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1368.
Pada tahun yang sama, Raja Brunei, Awang Alak Betatar, menyatakan diri masuk Islam, dan dari saat itu ia dikenal sebagai raja Islam pertama di Brunei. Nama barunya ialah Sultan Muhammad Shah. Di bagian timur Kalimantan, proses Islamisasi dimulai dari raja Kutai pada akhir abad ke-16. Pembawa Islam ke Kutai adalah dua pendakwah asal Sulawesi Selatan, Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Di era yang agak belakangan, tepatnya pada akhir abad ke-18, lahir pula sebuah kerajaan Islam lain, Kerajaan Pontianak. Sultan pertamanya adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang berdiam di Keraton Kadariah, yang bangunannya masih bisa disaksikan hingga kini.
Sang sultan merupakan keturunan dari seorang Arab, Al Habib Husein, yang sebelum ke Kalimantan giat menyebarkan agama Islam di Jawa. Sang sultan juga mendirikan sebuah masjid, Masjid Sultan Syarif Abdurrahman, pada tahun 1771.
Syarif Abdurrahman Alkadrie sendiri dikenal sebagai pendiri Kota Pontianak, yang sekarang merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Keraton Kadariah dan Masjid Sultan Syarif Abdurrahman adalah dua bangunan, sekaligus dua institusi penting dan paling awal yang berdiri di Pontianak, yang mengombinasikan antara aspek relijius dan aspek politik Islam di tanah Kalimantan.
Sumber: Majalah SM Edisi 10 Tahun 2021