Sabtu 31 Mar 2018 23:23 WIB

Masjid Amir Hasanuddin Tampilkan Corak Khas Kalimantan

Masjid ini memiliki nilai historis setidaknya bagi masyarakat Tenggarong.

Masjid Jami Adji Amir Hasanudin.
Foto: Wikipedia
Masjid Jami Adji Amir Hasanudin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masjid Jami Amir Hasanuddin menam pilkan corak arsitektur yang khas Kalimantan Timur. Tidak ada paku besi dalam keseluruhan bangunan ini. Untuk alat tautan, digunakan kayu. Bagian atap masjid ini terdiri atas tiga tingkatan.


Puncaknya merupakan limas bersegi lima. Di setiap tingkatan dari atap itu terdapat saluran udara yang besarnya variatif. Selain itu, ada 16 tiang besar yang terbuat dari kayu ulin. Mulanya, ke-16 tiang tersebut dipakai untuk pemandian (menduduskan) untuk seorang putra mahkota yang belakangan meninggal dunia sebelum sempat menjalankan prosesi ritual tersebut. Akhirnya, tiang-tiang ini menjadi bagian dari pembangunan Masjid Jami Amir Hasanuddin.

Masjid ini memiliki nilai historis setidaknya bagi masyarakat Tenggarong dan Kutai Kertanegara. Dalam masa pembangunannya, rakyat begitu antusias untuk ikut membantu. Sampai sekarang, Masjid Jami Amir Hasanuddin merupakan salah satu masjid tua di Indonesia.

Hegemoni Hindia Belanda terus bertahan hingga pecahnya Perang Asia Timur Raya. Pada 1942, balatentara Jepang mulai menduduki satu per satu pulau di Nusantara. Perjanjian Kalijati 8 Maret 1942 menandakan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda dan mengawali masa pendudukan Jepang di Nusantara. Kalimantan Timur tentunya tidak luput dari perubahan tampuk kekuasaan ini.

Bagaimanapun, pemerintah Jepang tidak menafikan eksistensi kerajaan-kerajaan yang telah lama ada di Nusantara.

Jepang menduduki Kerajaan Kutai Kertanegara pada 1942. Di satu sisi, sultan Kutai mengakui tunduk pada Kekaisaran Jepang. Di sisi lain, Jepang pun meng hargainya dengan memberikan gelar kehormatan kepada sultan Kutai, yakni Koo dan nama kerajaan sebagai Kooti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement