REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidan Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh angkat suara menyikapi rencana sholat Idul Adha yang akan diselenggarakan di tempat khusus perempuan, dengan jamaah khusus perempuan, imam, bilal, dan khatibah perempuan.
Dalam keterangannya kepada Republika.c.o.id, Kiai Niam membeberkan sejumlah dalil terkait persoalan di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Sholat Idul Adha merupakan jenis ibadah mahdlah, hukumnya sunnah muakkadah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bahkan bagi yg sedang haid pun dianjurkan untuk hadir guna mensyiarkan idul Adha, meski tidak ikut sholat.
2. Pelaksanaan sholat Idul Adha dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah atau dengan cara infirad (sendirian tanpa berjamaah).
3. Dalam kondisi sholat id dilaksanakan berjamaah, berlaku ketentuan syarat rukun sholat berjamaah.
a. Pelaksanaan sholat jamaah yang makmumnya terdiri dari muslim laki-laki atau laki-laki dan perempuan, maka imamnya harus laki-laki. Sholat Laki-laki tidak sah jika makmum pada Imam sholat perempuan, meskipun perempuannya lebih fasih.
b. Pelaksanaan sholat jamaah yang makmumnya hanya terdiri dari jamaah perempuan, maka imamnya boleh perempuan.
4. Khutbah Id nya hukumnya sunnah, yang terpisah dari pelaksanaan sholat Id. Karenanya, keberadaan khutbah Id tidak terkait dengan keabsahan sholat Id. Berbeda halnya dengan Khutbah Jumat yang menjadi rangkaian tak terpisahkan dengan Sholat Jumat, dan mempengaruhi keabsahan.
Khutbah Jumat manjadi syarat sahnya pelaksanaan Sholat Jumat. Sholat Jumat tanpa Khutbah Jumat, atau dengan khutbah yang tidak memenuhi syarat rukunnya, hukumnya tidak sah. Dan salah satu syarat khutbah Jumat adalah dilakukan khatib laki-laki.
5. Apabila sholat Idul Adha dilaksanakan tanpa khutbah, sholatnya sah.
6. Khutbah dalam rangkaian ibadah sholat, baik Jumat maupun Id, meski hukumnya berbeda, memiliki kedudukan yang sama, yaitu merupakan jenis ibadah mahdlah dan terikat oleh syarat dan rukun yang ditentukan, bukan sekedar ceramah biasa.
7. Pertanyaan yang menjadi Isykal, apakah salah satu syarat khatib harus laki-laki, sehingga sekalipun ketika sholat berjamaah khusus perempuan dengan imam perempuan, khatib harus tetap laki-laki? Saya berpandangan, bahwa mengingat bahwa khutbah merupakan jenis ibadah, maka perlu mengikatkan diri pada ketentuan yang bersifat rinci.
Mengingat...