Senin 17 Jun 2024 04:51 WIB

Tujuan Ibadah Kurban Idul Adha

Islam mengajarkan bahwa kurban pada Idul Adha meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Jelang Idul Adha, pedagang memberi makan sapi hewan kurban di kawasan Karet Tengsin, Jakarta, (29/5/2024).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Jelang Idul Adha, pedagang memberi makan sapi hewan kurban di kawasan Karet Tengsin, Jakarta, (29/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkurban menjadi sebuah ibadah yang ada dalam hari raya Idul Adha. Amalan ini berarti merelakan dan melepaskan apa-apa yang dipunyai seseorang kepada Allah, Zat Yang Mahamemiliki segala sesuatu. Itu sebagai upaya mendekatkan diri kepada-Nya.

Sejarah kurban telah ada sejak dahulu kala. Bahkan, tonggaknya muncul jauh sebelum Nabi Ibrahim AS, yakni melalui peristiwa yang dialami anak Adam AS, Qabil dan Habil. Masing-masing mereka menghadirkan persembahan dan menyaksikan sendiri, apakah ikhtiarnya diterima atau ditolak Allah.

Baca Juga

Maka, apakah tujuan ibadah kurban menurut agama Islam? KH Ahsin Sakho dalam buku Oase Alquran: Petunjuk dan Penyejuk Kehidupan menjelaskan bahwa penyembelihan kurban bukan tujuan utama dalam ibadah yang satu ini. Sebab, Allah tidak membutuhkan daging dan cipratan darah hewan yang dikurbankan.

Yang Allah kehendaki setelah seseorang berkurban, lanjut Kiai Ahsin Sakho, adalah terciptanya hati yang penuh ketakwaan kepada-Nya. Ini pun akan berimbas pada seluruh aspek kehidupan si shahibul qurban. Demikianlah ajaran agama yang benar, hanif, dan diridhai Allah.

Dalam sejarah, pernah terjadi pengorbanan dengan anak manusia. Itulah yang pernah terjadi di Mesir dan Sudan sebagaimana diriwayatkan sejarawan. Peristiwa "penyembelihan" Nabi Ismail agaknya sebagai bentuk upaya menghentikan pengorbanan dengan manusia. Sebaliknya, Allah mengganti kebiasaan ini dengan sesuatu yang bernuansa sosial, yaitu kambing atau hewan ternak lainnya--yang dagingnya lalu dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Hadirnya Islam tidak merombak adat kebiasaan yang buruk dengan frontal. Melainkan mengganti tradisi tersebut dengan yang lebih bermakna dalam kehidupan. Bukankah dahulu bayi yang dilahirkan rambutnya diolesi darah hewan yang dipersembahkan kepada berhala, lalu oleh Nabi diganti dengan minyak Za'faran yang berwarna merah dan wangi?

Islam menghendaki agar ibadah yang berdimensi spiritual bisa melahirkan rasa sosial. Seperti ibadah shalat yang harus melahirkan semangat amar makruf nahi munkar. Puasa harus melahirkan rasa empati terhadap yang miskin. Shalat dan zakat adalah dua kosa kata yang selalu bergandeng bersama, tak bisa dipisahkan.

Adapun pelaksanaan ibadah haji sarat dengan pemandangan penuh makna. Haji yang mabrur bisa kelihatan hasilnya manakala ibadah haji mampu melahirkan sikap manusia yang lebih bijak, santun, dan solider kepada sesama dalam realitas kehidupan.

Penyembelihan kurban bukan tujuan utama. Ibadah kurban adalah cara agar manusia semakin lebih dekat kepada Allah SWT dan dekat terhadap sesamanya dalam aspek kehidupan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement