REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 20-23 November 2025 lalu menyoroti antara lain perihal pungutan pajak. Menurut anggota Komisi Fatwa MUI KH Shofiyullah Muzammil, pihaknya mengeluarkan fatwa untuk meluruskan persepsi publik tentang keadilan pajak, bukan mengajak orang-orang agar tidak membayar pajak sama sekali tanpa sertakan konteks.
Selain itu, lanjut dia, MUI juga mendukung upaya-upaya yang menempatkan zakat sebagai faktor pengurang kewajiban pajak bagi warga negara Indonesia yang Muslim.
“Bukan tidak usah bayar pajak, tapi zakat sebagai faktor pengurang dari kewajiban pajak,” ujar Kiai Shofiyullah saat dihubungi Republika, Rabu (26/11/2025).
Guru besar filsafat hukum Islam UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan, kewajiban yang secara pasti ditetapkan oleh syariat atas diri orang Islam adalah zakat. Adapun praktik perpajakan dalam konteks fikih klasik tidak dikenal kecuali pada situasi-situasi tertentu. Bahkan, dalam situasi normal, pungutan pajak atas diri Muslim adalah haram.
“Dalam Islam, zakat itu wajib, sedangkan pajak itu haram. Zakat peruntukannya pada delapan asnaf itu pada hakikatnya juga yang jadi sasaran distribusi pajak,” ucapnya.
Ia mengutip hadis Nabi Muhammad SAW: “Laisa fil maal haqq siwa az-zakat” (HR Ibnu Majah). Artinya: "Tidak ada kewajiban atas harta kekayaan selain zakat."
View this post on Instagram




