REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Filolog Henri Chambert- Loir dalam bukunya, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, mengungkapkan, dokumen Kesultanan Bima dapat dipilah menjadi tiga golongan.
Pertama, naskah tentang mitos asal mula raja-raja Bima.Di tengah masyarakat setempat, teks mitos demikian juga berkembang dengan pelbagai versi.
Kedua, seluruh bo yang berisi catatan resmi dari pihak Kesultanan Bima.Penulisan teks ini berlangsung baik di istana maupun rumah-rumah beberapa pembesar kesultanan.
Sayangnya, mayoritas bo ini musnah akibat peristiwa kebakaran yang terjadi di Bima pada 1918.
Para filolog mesti bekerja keras untuk mengumpulkan, menyunting, dan mempelajari segenap bo yang tersisa.
Ketiga, dokumen yang mengandung teks yang kemudian diterbitkan dalam seri berjudul Syair Kerajaan Bima.Ada beberapa peristiwa yang dinarasikan melalui teks dari tahun 1830 tersebut.
Khazanah literatur yang demikian mem buktikan kiprah Kesultanan Bima dalam perkembangan kebudayaan Melayu di Indonesia.Chambert-Loir mengaku terkejut begitu mengetahui bahwa nas kah-naskah berbahasa Melayu dalam jumlah yang cukup banyak ternyata tersimpan di Bima.
Menurut dia, boBima dapat dianggap istimewa karena merekam beragam peristiwa secara cukup komprehensif, mulai dari administrasi kerajaan, struktur masyarakat, hukum, hingga persebaran agama Islam.
Ada tradisi tulisan yang berkembang baik di lingkungan istana Bima. Chambert-Loir mengutip penggalan dari Bo Sangaji Kaitahun 1781 tentang keunggulan budaya ini: Seperkara lagi jangan lupa dan lalai, jikalau sudah berkata-kata atau berbicara, taruh di dalam surat harinya dan bulannya dan tahunnya bagi segala perkataan dan pekerjaan pada satu-satu ketika, supaya kita ketahui dan ingat akan mematuhi jawabnya.