REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adapun versi kedua berpendapat, Islam di Bima tidak terutama datang dari Jawa, melainkan Sulawesi Selatan. Pendapat ini merujuk pada hegemoni Kerajaan Gowa- Tallo di kepulauan Nusa Tenggara.
Tokoh-tokoh dakwah Islam yang be r angkat dari Sulawesi Selatan adalah Datuk Diban dang dan Datuk Ditiro.Meskipun berperan sebagai utusan Sultan Gowa kepada raja Bima, keduanya merupakan orang Melayu.
Datuk Dibandang, misalnya, diketahui merupakan ningrat Kerajaan Pagaruyung.Dia diduga tiba di Sulawesi Selatan sekitar tahun 1600, untuk kemudian bertolak ke Bima.Sementara itu, Datuk Ditiro berasal dari Aceh.
Mereka mendakwahkan Islam kepada Sultan Abdul Galir pada 1609 atau 1640.Pada 1645, Sultan Gowa meminta Datuk Dibandang dan Datuk Ditiro kembali ke Sulawesi Selatan.Tugas dakwah Islam pun diteruskan putra mereka masing-masing, yakni Encik Naradireja dan Encik Jayaindra.
Masih terkait kedatangan Islam di Bima dari Sulawesi Selatan, ada pula perspektif yang cenderung berbeda.Dalam hal ini, dakwah Islam di Bima tidak semata-mata melalui diplomasi Gowa-Tallo, melainkan juga ekspansi militer.
Karaeng Matoaya, patih kerajaan tersebut, telah dapat menaklukkan Bima, Dompo, dan Sumbawa.Sejak saat itu, Bima berada di bawah dominasi kesultanan yang berpusat di Sulawesi Selatan.
Namun, bibit pergolakan mulai muncul di Bima.Pada periode 1632-1633, konflik pecah di Kesultanan Bima.Sejarawan menduga penyebabnya adalah protes orang Bima kepada raja mereka yang dianggap lemah menghadapi kekuasaan Gowa-Tallo.
Asumsi lainnya adalah soal perebutan takhta.Salah satu faksi di istana diduga telah meminta bantuan Gowa-Tallo untuk mengalahkan saudaranya sendiri.Pada 1691, Raja Gowa telah mengirimkan ekspedisi militer ke Kerajaan Bima.
Berikutnya, Sultan Abdul Galir menjadi Muslim pada 15 Rabiul Awal 1030 Hijrah atau 7 Februari 1621.Sejak saat itu, Bima menjadi daerah taklukan Gowa-Tallo hingga tahun 1640.Macam-macam hasil bumi, seperti kain, kayu, dan kuda, dikirimkan dari Bima ke Gowa sebagai upeti.
Atas dasar itu, sejumlah sejarawan meng anggap pernikahan Sultan Abdul Galir dengan Karaeng Sikontu lebih bersifat politis.Sikontu merupakan adik ipar Sultan Goa, Alauddin.
Apalagi, beberapa raja Bima setelah Abdul Galir juga memperistri ningrat Goa- Tallo.Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan Goa-Tallo terlibat pertempuran dengan Kom peni Belanda (VOC) dan akhirnya kalah.Dengan pengesahan Perjanjian Bongaya pada 1667, VOC mulai berkuasa atas wilayah Goa-Tallo, termasuk Kesultanan Bima.