Rabu 16 Jul 2025 19:15 WIB

Inilah Ciri Kota Ideal Dalam Perspektif Islam

Ilmuwan Muslim sejak berabad silam menelaah ciri-ciri kota ideal.

ILUSTRASI Kota Baghdad pada abad pertengahan
Foto: Wikipedia
ILUSTRASI Kota Baghdad pada abad pertengahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jafar AR Zamel dalam tesisnya untuk University of Guelph, “Islamic City: The Emergence and Development During the Early Islamic Period (622-750 AD)” (2009) memaparkan bagaimana umat Islam memiliki corak tersendiri dalam menata kota. Kekhasan itu sudah tercatat sejak masa berabad-abad silam.

Sejumlah sarjana Muslim mendedikasikan karyanya untuk bidang tersebut. Misalnya, sejarawan Abu Jafar Muhammad bin Jarir al-Tabari (839-923) dan Nuruddin al-Samhudi (1466-1533).

Baca Juga

Sosok yang tersebut di awal itu menulis kitab Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, sedangkan yang lain menghasilkan Wafa al-Wafa bi Akhbar Dar al-Mustafa. Masing-masing mengulas bagaimana Kota Madinah ditata sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Namun, pertama-tama, apakah yang dimaksud dengan kota? Zakariya al-Qazwini (1203–1283), mendefinisikan kota sebagai “suatu kawasan yang memiliki batas atau dibentengi yang di dalamnya suatu komunitas sosial bermukim, memiliki pemerintahan, administrasi, dan sistem hukum tertentu.”

Suatu kota disebut “islami” bila memenuhi syarat lainnya, yakni memiliki masjid yang bisa dipakai untuk menyelenggarakan shalat Jumat. Imam Abu Hanifah (699-767), misalnya, menekankan, shalat Jumat hanya bisa dilakukan di wilayah perkotaan.

Maknanya, lanjut Zamel, dalam pandangan Islam kemampuan untuk mengadakan shalat Jumat adalah syarat mutlak bila suatu wilayah hendak disebut sebagai kota. Hal itu tentunya tanpa menafikan rupa-rupa fasilitas publik lainnya, semisal kantor pemerintahan, pusat kesehatan umum, pasar, jalan, atau permukiman penduduk.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement