Kamis 12 Apr 2018 11:51 WIB

Versi Pertama Masuknya Islam ke Bima

Pendapat versi pertama menegaskan, Islam di Bima berasal dari Pulau Jawa.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Naskah kuno mengungkap penyebaran Islam di Nusantara
Foto: antaranews
Naskah kuno mengungkap penyebaran Islam di Nusantara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa versi tentang masuk Islamnya raja Bima.Tawalinuddin Haris dalam artikelnya, Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa(2006) menjelaskan, fase Islamisasi itu bermula ketika silsilah raja Bima sampai generasi ke-38.Penguasa Bima ke- 37, Sawo, merupakan raja terakhir yang belum bersyahadat. Adapun sultan Bima yang pertama bernama Abdul Galir (baca: Abdul Kahir).

Pendapat versi pertama menegaskan, Islam di Bima berasal dari Pulau Jawa.Haris mengutip catatan perjalanan Heinrich Zollinger, pakar botani yang sempat mengunjungi Sumbawa sekitar 1840-an.Ilmuwan Swiss itu mengungkapkan, Islam di Bima pertama kali datang dari Jawa periode 1450-1540.

Haris juga menyebutkan hasil riset Syamsuddin (1980), yakni Islamisasi di Bima tidak lepas dari penaklukan Melaka oleh Portugis pada 1511.Sejak jatuhnya Melaka, tidak sedikit saudagar Muslim dari Jawa yang singgah ke Bima sebelum mencapai Maluku, bandar utama rempah-rempah.

Kesimpulan ini dapat merujuk pada catatan penjelajah Portugis, Tome Pires (meninggal 1540).

Penulis Suma Oriental itu membenarkan bahwa Jawa dan Bima telah menjadi titik transit pemburu rempah dari Melaka menuju Maluku.

Lebih rinci lagi, dakwah Islam di Bima disebut-sebut bersumber dari Jawa Timur.Sumber pendapat ini adalah Babad Lombok, yang menuturkan peran Sunan Prapen dari Giri dalam menyebarkan Islam di Lombok.

Dari pulau itu, keturunan seorang wali songo itu melanjutkan dakwah ke Sumbawa, termasuk Bima.Pendapat lainnya menyebutkan Jawa Barat sebagai salah satu titik keberangkatan masuknya Islam.Roufaer, misalnya, meyakini bahwa Islam di Bima dibawa dari Cirebon, Aceh, dan Melayu.

Peneliti Belanda ini juga menyoroti tingginya penghormatan atas orang-orang Melayu di Bima.

Lihat, misalnya, pada riwayat Kadhi(bahasa Arab menyebutnya qadhi yang berarti hakim/pemberi putusan hukum) Jamaluddin.Reputasi sosok berdarah Melayu ini begitu besar, sampai-sampai jasadnya dikebumikan di samping makam Sultan Abdul Galir.

Menurut Roufaer, di masa hidupnya Sultan Abdul Galir pernah berpesan kepada para penerus dan rakyatnya: hormatilah bangsa Melayu melebihi kaum pedagang asal Bugis dan Gowa.Sebab, mereka diakui sebagai guru para sultan dan penduduk Bima seluruhnya dalam mempelajari Islam.

Mereka juga dinilai berjasa lantaran ikut menumpas lanun di perairan Sumbawa.Selama di Bima, sang sultan pun membebaskan mereka dari pungutan pajak.Untuk diketahui, sekitar pelabuhan Bima menjadi tempat permukiman Kampo Malayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement