REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdebatan tentang batasan aurat bagi Muslimah masih berkembang di kalangan para ulama dan fuqaha.Namun, nyatanya aurat bagi Muslimah bukan hanya sebatas tentang bagian mana yang diperbolehkan terlihat dan mana yang tidak, melainkan juga lebih dari itu.
Rasulullah SAW pernah berkata kepada Abu Hurairah RA tentang perkara wewangian bagi Muslimah saat menjalankan shalat.Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim ini, Rasulullah bersabda, Siapa pun wanita yang menggunakan dupa (wewangian), janganlah ikut menghadiri shalat Isya bersama kami,(HR Muslim).
Dalam riwayat lain, Abu Hurairah pernah bertemu dengan seorang wanita yang menggunakan wewangian saat hendak pergi ke masjid. Abu Hurairah pun bertanya, Wahai hamba Allah, hendak pergi ke mana kamu?Lalu wanita itu menjawab, Hendak ke masjid, Abu Hurairah berkata lagi, Karena hendak ke masjid, kamu memakai wewangian?
Lalu, wanita itu mengangguk. Maka Abu Hurairah pun berkata, Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, `Siapa pun wanita yang memakai wewangian, kemudian keluar menuju masjid, maka shalatnya tidak diterima hingga dia mandi, (HR Abu Dawud).
Jika merujuk pada pendapat para ulama yang menganjurkan Muslimah menutup seluruh tubuhnya agar terhindar dari fitnah dan syahwat kaum Adam, hal ini juga berlaku pula saat menggunakan wewangian.Wewangian, pada dasarnya sangat mudah dijadikan sebagai alat penarik perhatian, terlebih jika penggunaannya adalah wanita.
Saat seorang Muslimah hendak menuju masjid menggunakan wewangian dan aromanya tercium oleh para Ikhwan, dapat mengganggu kekhusyukan ibadah mereka.
Bahkan, jika digunakan secara berlebihan, wewangian juga dapat menyulut syahwat lawan jenis dan tentu akan berdampak buruk bagi si pemakai.
Rasulullah SAW juga pernah bersabda kepada Abu Musa Al-Asyari tentang bahaya menggunakan wewangian.Dalam hadis yang diriwayatkan An-Nasa'i tersebut Rasulullah SAW bersabda, Siapa pun wanita yang menggunakan minyak wangi (wewangian), lalu berjalan melewati sekelompok kaum agar mereka dapat mencium bau wanginya, wanita itu adalah pezina, (HR An-Nasa'i).
Meski demikian, ada beberapa ulama yang membolehkan perempuan mengenakan parfum sejauh wanginya tidak begitu semerbak. Dalil yang mendasari pendapat ini, yakni Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya, tapi tampak bau harumnya. Sedangkan, wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas, namun baunya tidak begitu nampak. (HR Baihaqi dalam Syu'abul Iman, no.7564; hadis hasan.
(Lihat: Fiqh Sunnah lin Nisa', hlm. 387), Oleh karena itu, jika parfum dengan wangi sedikit/samar atau untuk sekadar menetralkan bau, (misalnya: deodoran), sebagian lainnya boleh. Selain itu, jika untuk suami, silakan berwangi seharum mungkin.Perlu diperhatikan bahwa parfum wanita warnanya jelas.
Maksud dari `wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas, namun baunya tidak begitu nampak'.Ulama berkata, `Ini bagi perempuan yang hendak keluar dari rumahnya. Jika tidak, ia bisa memakai parfum sekehendak hatinya.' (asy-Syama'il 2:5).