REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muncul friksi-friksi di tubuh umat Islam dengan aksi massa menolak ustaz berceramah di pengajian, perlu disikapi dengan bijak. Pasalnya, fenomena ini dikhawatirkan dapat memicu konflik horizontal.
Menanggapi hal tersebut, Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah berpandangan, umat harus mengedepankan tradisi tabayun dan dialog sebagai substansi Pancasila. "Harapan saya tradisi tabayun dan tradisi dialog harus dirawat, harus diwujudkan," kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika.co.id, Selasa (7/11).
Dahnil mengatakan, tradisi mengancam, meneror dan kebencian harus direduksi. Perbedaan sebesar apapun kalau tradisi tabayun dan dialog dijaga pasti akan tercipta saling pengertian. Juga akan ada kesepahaman antara satu dengan yang lain.
Menurutnya, tradisi tabayun dan dialog merupakan jalan untuk menghindari konflik antar umat beragama dan internal serta eksternal umat beragama. Artinya, dialog jangan dikunci, tapi dialog harus dibuka terus meski sekeras apapun perbedaannya.
"Jadi kalau saling ancam kemudian saling merasa lebih benar dan kuat, tidak akan ketemu," ujarnya.
Dahnil mengingatkan, jangan lupa pada Pancasila sebab Pancasila dibangun dari tradisi dialog. Dialog membuka pikiran dan hati. Pemuda Muhammadiyah menyarankan, harus membangun tradisi tabayun dan dialog.
Ia menegaskan, tidak mungkin ada ukhuwah basyariah (persaudaraan kemanusian) tanpa ada ukhuwah Islamiyah. Intinya mengedepankan tabayun dan dialog karena itulah hakikat nilai Pancasila.
"Pancasila itu produk dialog, hasil dari proses dialog para tokoh, kalau kita mengunci dialog kita kehilangan substansi dari Pancasila itu," tegasnya.