REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saban tahun jumlah jamaah haji Indonesia terus meningkat. Indikatornya sederhana. Pertama, antrian jamaah yang ingin mendapat giliran keberangkatan kian panjang. Kedua, Kementrian Agama selaku penyelenggara terus berupaya menambah kuota jamaah ke Pemerintah Saudi Arabia.
"Ritual haji di haji di Indonesia setiap tahun selalu dibanjiri jamaah," kata Koordinator Nasional Komisi Pengawas Haji dan Umrah Indonesia, Ade Marfudin, Jumat (12/10), di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Meningkatnya kuota jamaah haji di Indonesia tak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan. Sejumlah persoalan klise seperti pembinaan, pelayanan, dan perlindungan masih dialami para jamaah haji Indonesia. "Pelayanan pemerintah terhadap jamaah haji belum maksimal," ujar Ade.
Ade menyatakan, dari temuan tim komisi haji dan umrah, masih ada jamaah yang mendapat pemondokan jauh dari Kabah. Pelayanan kesehatan dan makanan untuk jamaah juga memprihatinkan. Di Madinah, jamaah haji asal Lombok mengalami penipuan. Bahkan ada jamaah haji asal Garut yang mengalami pungutan liar dari penyelenggara haji.
Minimnya pengawasan, kata dia, menjadi persoalan utama rendahnya mutu pelayanan jamaah haji. Padahal UU Haji telah mengamanatkan penyelenggara untuk memberikan kenyamanan pada jamaah selama prosesi ibadah haji. "Optimalisasi pengawasan penyelenggaraan haji mutlak diperlukan untuk perbaikan ibadah haji," ujar Ade.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Pengawas Haji dan Umrah Indonesia, Syahid Mulyono berharap pengawasan haji dilakukan oleh orang-orang profesional di luar Kementerian Agama. "Masalah terjadi Kementrian Agama bertindak selaku penyelenggara sekaligus pengawas," ujarnya.
Ketua DPR, Marzuki Alie menyesalkan beragam persoalan klasik yang kerap menimpa jamaah haji. Marzuki mempersilahkan Komisi Pengawas Haji dan Umrah melakukan tugas pengawasan pelaksanaan haji. "Saya persilahkan mereka mengawasi dan memberi masukan ke pemerintah soal kekurangan haji," ujarnya.