Kamis 11 Oct 2012 10:09 WIB

Hukum Asuransi Jiwa (3-habis)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Asuransi jiwa (ilustrasi).
Foto: lifeinsurancebyjeff.com
Asuransi jiwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Pada 2006, DSN juga telah menetapkan fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah. 

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan: asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah. Peserta adalah peserta asuransi atau perusahaan asuransi dalam reasuransi.

Ketentuan hukumnya, mudharabah musytarakah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi, karena merupakan bagian dari hukum Mudharabah.

Mudharabah Musytarakah dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun nontabungan.

Sebelumnya, DSN pun telah menetapkan fatwa tentang Asuransi Haji. Fatwa DSN No: 39/DSN-MUI/X/2002 menyatakan asuransi haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.

''Asuransi Haji yang dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah,'' demikian bunyi fatwa itu. 

DSN MUI pun menetapkan asuransi haji yang berdasarkan prinsip syariah bersifat tolong menolong antarjamaah haji.

Majelis tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun telah mengeluarkan fatwa terkait uang Taspen, asuransi jiwa dan santunan kecelakaan. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih Muhammadiyah menetapkan uang taspen, uang asuransi jiwa maupun uang santunan kecelakaan termasuk harta peninggalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement