Senin 21 Apr 2025 15:27 WIB

Makin Takwa, Makin Kaya

Semua yang ada di sekitar kita, berpotensi menjadi sumber kebaikan.

ILUSTRASI Makin takwa, makin kaya
Foto: Republika/Tahta Aidilla
ILUSTRASI Makin takwa, makin kaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua yang ada di sekitar kita, berpotensi menjadi sumber kebaikan. Sebaliknya pun juga bisa berpotensi menjadi sumber fitnah, ujian, dan kebinasaan. Ini semua kembali kepada siapa yang mengendalikannya.

Ketika harta berada di tangan orang yang bertakwa, dia tidak akan menjadi sumber bencana. Namun, ketika harta di tangan orang-orang yang tidak bertakwa, akan menjadi sumber masalah dan fitnah. Paradigma dasar ini harus menjadi pijakan dalam kita bermuamalah setiap harinya.

Baca Juga

Di sisi lain, ilmu merupakan modal utama untuk menjadi insan takwa. Karena ilmu merupakan pengendali dan penjaga setiap aktivitas pemiliknya. Sehingga, keluar masuknya harta di tangan orang yang paham agama, akan dikendalikan oleh ilmu yang dimilikinya.

Ali bin Abi Thalib berpesan: "Ilmu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjagamu, sementara harta kamu yang jaga. Ilmu yang mengendalikan, sementara harta yang dikendalikan."

Dari sinilah, Rasul Muhammad SAW menggambarkan hubungan ilmu dengan harta dalam empat tipe manusia. Beliau SAW bersabda, "Dunia menjadi milik empat jenis manusia. Pertama, hamba yang Allah berikan rezeki dan ilmu. Dia gunakan hartanya untuk bertakwa kepada Allah, untuk menyambung silaturahim, dan menunaikan hak Allah dengannya. Dia berada di tingkatan paling tinggi. Kedua, hamba yang Allah beri ilmu, namun tidak diberi harta. Dia memiliki niat yang jujur, hingga dia mengatakan, “Andai aku punya, saya akan beramal seperti yang dilakukan oleh si A.” Dia niatnya ini, mendapatkan pahala niat yang sama dengan orang pertama.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Ketiga, hamba yang Allah berikan harta, tetapi tidak Allah beri ilmu. Dia habiskan hartanya tanpa aturan, sama sekali tidak untuk mendukung takwa kepada Allah, tidak untuk menyambung silaturahim, dan tidak pula memperhatikan hak Allah di dalamnya. Ini kedudukan paling hina.

Keempat, hamba yang tidak Allah beri harta maupun ilmu. Dia hanya bisa berangan-angan, ‘Andai aku punya harta, saya akan melakukan seperti yang dilakukan si B.’ Dia niatnya ini, mendapatkan dosa niat yang sama dengan orang ketiga." (HR Ahmad dan Turmudzi).

Karena itulah, cita-cita mulia dan paripurna hamba Allah di dunia ini sejatinya itu di tingkatan pertama: berilmu dan berharta, bertakwa dan kaya. Sebab, takwa itu ada ilmunya. Maka, hanya bagi mereka yang terus istiqamah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya itulah yang akan sampai level kaya dan mulia.

sumber : Hikmah Republika oleh Abdul Muid Badrun
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement