REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menegaskan, perlu adanya pendampingan dari pemerintah setelah organisasi Jamaah Islamiyah membubarkan diri.
"Ini organisasi besar, maka perlu kehadiran dari semua kita untuk bisa menjadi pendamping, bisa menjadi penasehat dan seterusnya," kata Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden Jakarta, Senin (22/7/2024).
Mantan Panglima TNI itu mengatakan Jamaah Islamiyah sebelumnya merupakan organisasi besar yang memiliki banyak anggota, sehingga perlu ada pendamping atau penasihat agar organisasi tersebut bisa memiliki tanggung jawab sosial.
Selain itu, mantan anggota Jamaah Islamiyah juga diharapkan dapat turut terlibat dalam pembangunan nasional dengan adanya pendampingan tersebut."Jamaah Islamiyah yang telah membubarkan diri ini betul-betul pada akhirnya memiliki tanggung jawab yang sama dengan yang lain dalam kerangka ikut terlibat dalam pembangunan nasional. Itu poinnya," kata Moeldoko.
Senada dengan itu, pengamat terorisme Noor Huda Ismail mengatakan, mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) masih perlu dibina dan dikontrol oleh pemerintah.
"JI bisa dikatakan bubar secara organisasi. Walaupun demikian, perlu dipahami bahwa secara pemikiran mantan anggota JI masih memerlukan pembinaan dan kontrol dalam jangka panjang. Komitmen mereka (terhadap NKRI) masih perlu dibuktikan," kata Noor beberapa waktu yang lalu.
Noor mengatakan keberlanjutan pembinaan resmi dari Pemerintah Indonesia akan memperkuat komitmen mantan anggota JI, serta dapat menjamin bahwa pembubaran JI bukan semata-mata manuver untuk mengalihkan perhatian dan justru bergerak di bawah permukaan.
Jamaah Islamiyah atau JI menyatakan pembubaran diri dan mengucapkan ikrar setia kembali ke NKRI pada Minggu, 30 Juni 2024. Pernyataan pembubaran dan ikrar itu dibacakan tokoh senior JI Abu Rusydan.