
Oleh : Aziz Fajar Ariwibowo, Kepala Divisi Manajemen Portofolio Investasi Langsung dan Investasi Lainnya BPKH serta Anggota Indonesia Strategic Management Society (ISMS).
REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengelola dana haji yang cukup besar. Per akhir tahun 2024 total mencapai Rp 171,64 triliun terdiri dari Rp 40,76 triliun (23,75%) ditempatkan dalam bentuk produk perbankan syariah dan Rp 130,88 triliun (76,25%) ditempatkan dalam bentuk instrument surat berharga, emas, dan surat berharga lainnya dan investasi langsung dan investasi lainnya (Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Haji (LP3KH) Tahun 2024 Audited).
Dana ini merupakan akumulasi setoran awal dari seluruh calon jemaah haji yang menunggu giliran untuk berangkat haji. Dana ini akan bertambah setiap tahun seiring dengan tingginya keinginan masyarakat untuk melaksanakan rukun Islam ke lima tersebut.
Pengelolaan keuangan haji merupakan mandat Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 untuk mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas, penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji yang rasional dan efisien, serta manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Mekanisme penyelenggaran pengelolaan keuangan haji diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 melalui pendirian BPKH.
Dengan skala dana publik sebesar itu, tantangan pengelolaannya tidak hanya menyangkut investasi yang aman serta sesuai prinsip syariah dan kehati-hatian, asas manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel, tetapi juga terwujudnya kolaborasi dan integrasi di dalam ekosistem haji dan umrah yang melibatkan banyak pihak dan berbagai segmen usaha lintas negara serta saling terkait erat.
BPKH selama ini menempati posisi di persimpangan dari berbagai macam kepentingan yang kompleks. Antara lain kepentingan regulasi domestik-internasional, kepentingan ekonomi-spiritual, dan ekspektasi jutaan umat Islam calon jemaah haji Indonesia.
BPKH memainkan peran sentral dalam mengkoordinasikan, mengkolaborasikan, mengintegrasikan, dan mengorkestrasikan seluruh sumber daya serta menciptakan nilai tambah berupa peningkatan sekaligus optimalisasi nilai manfaat dana haji melalui berbagai kemitraan strategis, akuisisi, dan pembiayaan. Dalam konteks teori organisasi, BPKH menjalankan fungsi kritikalnya sebagai Boundary Spanning Organization (BSO).
BSO yaitu entitas yang beroperasi di perbatasan organisasi untuk menghubungkan, mengoordinasikan, menyelaraskan, serta berinteraksi secara intensif dengan lingkungan eksternalnya yaitu seluruh pemangku kepentingan yang sangat beragam di dalam ekosistem haji dan umrah.
Pemangku kepentingan yang terlibat bersama BPKH mengembangkan ekosistem haji dan umrah antara lain Kementerian Agama (Kemenag) RI, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), asosiasi-asosiasi pelaksanaan ibadah haji dan umrah, mitra usaha/perusahaan pendukung ibadah haji dan umrah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, maupun pengusaha-pengusaha sektor riil dalam ekosistem haji dan umrah, calon jemaah haji, serta ormas-ormas Islam.