REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Muhibuddin mendorong kepada seluruh lembaga filantropi Islam untuk terus meningkatkan kompetensi amilnya, sehingga bisa tetap dipercaya oleh masyarakat.
"Kalau kita bicara apakah filantropi Islam kita ini masih dapat dipercaya? Saya kira bagaimana pula kita meningkatkan kapasitas amil, agar kepercayaan itu yazdat wa yazdat wa yazdat (bertambah terus), tidak yankus wa yankus (berkurang," ujar Muhibuddin dalam Seminar Sehari bertema "Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya?" yang digelar di Kantor Harian Republika, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
"Oleh karena itu, kompetensi amil, kapasitas amil ini sangat menentukan bagaimana organisasi pengelola zakat kita lebih baik dan lebih baik," imbuhnya.
Berdasarkan data Kementerian Agama, total amil zakat di seluruh Indonesia berjumlah 10.563. Menurut dia, pihaknya sedang mengajukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk menguji kompetensi amil, sehingga para amil bisa meningkatkan pengelolaan zakat.
"Kita memiliki 10.563 amil seluruh Indonesia yang separuhnya itu kurang lebih dalam pengelolaan Baznas baik dari pusat sampai ke kabupaten/kota, dan selebihnya tersebar di beberpaa Laz baik nasiona sampai provinsi, kebupaten/kota," ucap Muhibuddin.
Dalam seminar ini, Muhibuddin banyak memaparkan tentang struktur pengelolaan zakat dan wakaf. Dia juga menyinggung soal pentingnya mentaati regulasi tentang zakat yang berkaitan dengan pengawasan. Dalam Undang-Undang Zakat, kata dia, pengawasan untuk audit diserahkan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP). Sedangkan audit syariahnya diserahkan kepada Kementerian Agama, khususnya di Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat.
Selain itu, menurut dia, masyarakat juga diberikan porsi oleh UUD untuk memberikan pengawasan terhadap pengelolaan zakat, termasuk lembaga pers. "Saya kita lembaga pers, bagaimana Republika juga punya porsi untuk bagaimana mengawal daripada pengelolaan dana-dana filantropi kita ini. Sehingga semuanya on the track dan tata kelolanya lebih baik lagi di situ," jelas Muhibuddin.
Dia menambahkan, dalam regulasi tidak hanya mengatur tentang zakat saja, tapi juga tentang infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya (DSKL). Namun, menurut dia, masyarakat belum memahami bahwa perolehan amil dalam konteks zakat berbeda dengan infak, sedekah, dan DSKL.
Dalam konteks zakat, menurut dia, telah diatur secara syariat bahwa hak amil sebesar 12,5 persen. Sedangkan dalam konteks infaq sedekah dan DSKL bisa mengambil sebanyak 20 persen.
"Kalau infak sedekah dan DSKL ini dalam regulasi kita membolehkan amil untuk mengambil dana operasional sebesar 20 persen," jelas Muhibuddin.