Selasa 10 Nov 2020 04:35 WIB

Kiai As'ad dan Mantan Penjahat di Pertempuran 10 November

Kiai As'ad berperan penting dalam Pertempuran 10 November di Surabaya.

Kiai Asad dan Mantan Penjahat di Pertempuran 10 November. KH Asad Syamsul Arifin
Foto:

Karena itu, kemudian para ulama di Madura yang telah didatangi Kiai As'ad menghubungi para bajingan. Setelah kembali ke pesantrennya di Sukorejo, Kiai As'ad kemudian menghubungi beberapa anggota Pelopor (Palopor), pasukan inti gerilya yang dibina oleh Kiai As'ad. 

Kelak, para bajingan itu menjadi bagian pasukan Pelopor yang legendaris itu. Anggota Pelopor ini tersebar di Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi.

Tak lama kemudian, Pesantren Sukorejo dipenuhi oleh "santri" baru, yakni para penjahat dari Madura dan beberapa wilayah di Tapal Kuda Jatim. Kiai As'ad kemudian memberi motivasi kepada mereka untuk menempuh jalan mulia, yakni berjuang melawan penjajah.

Samsul A Hasan dalam bukunya menulis, Kiai As'ad kemudian mempercayakan pelatihan olah fisik dan rohani untuk para bajingan itu kepada Mabruk dan Abdus Shomad, santrinya yang telah mendalami ilmu kanuragan. Tidak hanya dilatih fisik, mereka juga diberi amalan atau ijazah dzikir agar mereka selamat dari serangan musuh, yang di lingkungan budaya Madura dikenal sebagai "jaza".

Bahkan, KH Syamsul Arifin, abah dari Kiai As'ad, juga turut membekali "jaza" kepada para penjahat itu. Beberapa dari mereka juga diajari ilmu menghilang yang biasa digunakan oleh anggota Pelopor untuk mencuri senjata di gudang penjajah.

photo
Pekerja membersihkan reliaf dinding di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (7/11/2020). Tugu Pahlawan yang dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 dan di dalam komplek itu juga terdapat Museum Sepuluh November tersebut yang saat ini masih belum dibuka bagi pengunjung karena adanya pandemi COVID-19. - (Antara/Didik Suhartono)

 

Maka, ketika pecah pertempuran pada 10 November 1945, pasukan mantan penjahat ini juga ikut ambil bagian, khususnya di wilayah Tanjung Perak, Jembatan Merah dan di wilayah Wonokromo, Surabaya. Mereka dimobilisasi dari Situbondo dan sekitarnya dengan menggunakan kereta api. 

Agar tidak ketahuan musuh, pasukan itu diberangkatkan secara bergelombang. Sejarah kemudian mencatat pertempuran tidak seimbang antara pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby itu mengalami kekalahan.

Bahkan sang jenderal tewas di tangan Arek-Arek Suroboyo bersama kekuatan masyarakat di Jatim, termasuk mantan bajingan binaan Kiai As'ad. Peristiwa itu kemudian diabadikan oleh keputusan negara sebagai Hari Pahlawan. 

Pemerintah juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KHR As'ad Syamsul Arifin pada 9 November 2016. Terkait pilihan Kiai As'ad untuk memberdayakan kaum bajingan itu, Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengatakan ada sejumlah pelajaran penting yang bisa dimaknai oleh generasi saat ini. Menurut ulama muda kharismatik ini, upaya Kiai As'ad memberdayakan para penjahat untuk mengusir penjajah memberi pelajaran tentang berprasangka baik terhadap manusia dan lebih tinggi lagi kepada Allah. 

"Prasangka baik kita ini adalah energi yang luar biasa. Kita saat ini sedang krisis energi positif. Jadi, seburuk apa pun tampilan orang, kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah. Allah yang bisa membolak balikkan hati. Yang dulunya dinilai tidak bermanfaat, bisa menjadi bermanfaat, bahkan hingga akhir hayatnya," ujar cucu dari Kiai As'ad ini.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement