REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Operasi kualitatif yang dilakukan oleh perlawanan Palestina di Beit Hanoun (Jalur Gaza utara) terus memancing banyak analisis dan komentar.
Sebagian besar setuju bahwa pejuang Palestina telah menjadi lebih berani dalam melakukan operasinya.
Meskipun dalam pengepungan dan kemampuan yang sederhana, berhasil memberikan kerugian besar pada tentara pendudukan Israel dalam hal nyawa dan peralatan.
Brigade Al-Qassam— sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas)— melakukan penyergapan kompleks di daerah Beit Hanoun yang menewaskan dan melukai sekitar 20 tentara Israel, dalam sebuah serangan yang dianggap sebagai salah satu serangan paling kejam dan akurat sejak meletusnya perang Israel pada Oktober 2023.
Tentara pendudukan Israel menyimpulkan dalam sebuah penyelidikan bahwa daerah penyergapan Beit Hanoun sebelumnya menjadi sasaran puluhan serangan udara dan artileri.
Satu kompi dari batalion "Netzah Yehuda" melewati ladang ranjau yang tersembunyi dengan baik meskipun ada pendahuluan dari kompi lapis baja.
Perangkat pertama menghantam kompi tersebut, dan yang kedua meledakkan pasukan penyelamat, kemudian diikuti oleh perangkat dan tembakan.
BACA JUGA: Personel Jauh Lebih Sedikit Dibandingkan Tentara Israel, Mengapa Pejuang Gaza Bisa Bertahan?
Dalam analisisnya tentang situasi militer di Gaza, pakar militer dan strategis Kolonel Hatem Karim al-Falahi menggambarkan operasi Beit Hanoun sebagai sebuah preseden.
Hal ini karena operasi tersebut dilakukan pada malam hari dan berlangsung di daerah yang benar-benar dihancurkan oleh tentara pendudukan Israel, dekat dengan pagar perbatasan.
