REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Penasihat Presiden Palestina, Mamoud Alhabbash, menyampaikan risalah dari bangsa Palestina untuk umat Islam dan segenap rakyat Indonesia secara khusus serta dunia internasional pada umumnya.
Risalah tersebut dia sampaikan dalam Webinar Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Kamis (16/7). Mahmoud menyampaikan pula salam dan apresiasi setinggi-tingginya Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk MUI dan segenap rakyat Indonesia yang tak henti-hentinya menyuarakan perlawanan penjajahan Israel terhadap Palestina.
“Atas nama Al-Quds dan warga Al-Quds, kami mengajak umat Islam Indonesia, dan dunia Islam, memang ini persoalan kami di level awal tetapi ini juga urusan kalian, mari bergerak bersama kita dan lakukan kewajiban kalian, yang digariskan Rasulullah ketika berbicara soal Al-Quds dan Baitul Maqdis, “Datangi Al-Aqsa dan sholatlah di dalamnya.” Hendaknya satukan tangan dan agama, untuk Palestina dan Al-Quds karena dia bagian dari akidah. Tetapi siapa yang tidak bisa datang ke Al-Quds agar hendaknya memberi bantuan materiil, kita sekarang berada dalam blokade, impitan dari berbagai negara, kita tidak bisa mendapatkan mainan untuk anak-anak kita, tapi itu tidaklah penting, kita akan gigih, tak akan mengalah untuk palestina dan akan tetap demikan, hingga datang ketetapan Allah, yaitu kemenangan, tetapi kalian dan segenap umat Islam Indonesia dan dunia, ulurkan tangan untuk Palestina dan berdiri di belakang kami, bersama kita dengan akal kalian, bantuan kalian, materi dan spiritual, agar Palestina berada selalu di hati umat Islam, kami percaya kalian dan umat Islam tak akan menyepelekan kewajibannya terhadap palestina,” ujar sosok yang juga menjabat sebagai hakim tersebut.
Dia mengajak dunia internasional melakukan aksi nyata melawan aneksasi Israel terhadap Tepi Barat dan menghentikan pendudukan dan penjajahan, lalu mewujudkan Palestina merdeka sesuai batas 1967 dengan kemedekaan penuh atas Yerusalem Timur, sesuai dengan hukum internasional dan ketetapan PBB.
“Ini adalah jalan perdamaian sesungguhnya, kami masih tetap terbuka untuk damai tetapi perdamaian atas dasar keadilan. Tidak atas dasar aneksasi, atau Kesepakatan Abad Ini (the deal of century) yang kita tolak, dan ditentang umat Islam karena memberikan Israel Al-Quds , tempat tersuci umat Islam dan Kristen,” ujar dia.
Sepakat dengan pernyataan Menteri Luaar Negeri RI Retno Marsudi, dunia harus mengambil langkah konkret dan tegas menolak anekasiasi Israel, jika sebatas pernyataan saja tidak cukup. Melalui langkah proaktif agar Israel mematuhi hukum internasional.
Dia menilai pelanggaran Israel atas hukum tersebut mendatangkan instablitasi tidak hanya di kawasan tetapi juga di dunia, karena persoalan palestina tidak hanya urusan Palestina, Al-Quds adalah urusan Islam dan Kristen karena situs suci di dalamnya yaitu Masjid Al-Aqsa dan Gereja Makam Yesus.
Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan kekecewaan berat Palestina terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap pemindahan ibu kota Israel ke Yerusalem dari semula Tel Aviv. Padahal sebelumnya pemerintah PLO sebagai representasi resmi Palestina merespons positif rencana Trump mewujudkan solusi damai dua negara. Tawaran yang juga direspons positif negara-negara Islam dan dunia internasional berangkat dari inisiatif raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz pada 2002 lalu.
“Tetapi Israel justru melanggarnya, tiba-tiba semua berubah, kita semua tercengang, Trump menetapkan wilayah Yerusalem milik Israel, termasuk Yerusalem Timur di dalamnya situs-situs suci Islam dan Kristen, wilayah yang dijajah pada 1967, dan diakui sebagai sebagai ibu kota Israel,” ujar dia.
Tidak hanya itu, kata Mahmoud, Amerika Serikat juga mengakui Dataran Tinggi Goland Suriah, bagian dari Israel. Kemudian mengajukan Deal of Centeruy yang mengizinkan Israel menganeksasi lebih dari 60 persen Tepi Barat.
“Ini berarti tidak mungkin mewujudkan perdamaian, dengan cara ini. Mustahil bagi rakyat palestina, negara Arab dan Islam hingga sekarang mewujudkan perdamaian. Ini bukan damai namanya tapi menyerah,” kata dia.
Mahmoud menjelaskan, mendapat angin segar itu, pemerintah Israel segera menguasai 30 persen sementara Tepi Barat. Sebagai langkah protes, Kepemimpinan Palestina memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat dan Israel.
Palestina menegaskan pengumuman aneksasi berarti memutuskan hubungan dan realisasi aneksasi berarti Israel harus mempertanggungjawabkan penuh sebagai penjajah, sebagaimana hukum internasional dan Perjanjian Jenewa IV pada 1994, atas penjajahan terhadap Palestina.
Menurut Mahmoud, meski Israel menunda aneksasi Tepi Barat karena alasan internal dan tekanan internasional, tetapi mereka belum umumkan akan membatalkan aneksasi.
“Kita ingin dunia intersional menolak aneksasi, di internal Amerika Serikat sendiri banyak yang menentang aneksasi bahkan di Israel banyak kekuatan politik yang menentang aneksasi. Dunia ada dalam satu kubu, sementara setengah Amerika Serikat dan setengah Israel di kubu yang sama,” tutur dia.