REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Pasukan Stabilisasi Perdamaian Gaza dinilai tidak mencerminkan realitas kemanusiaan dan politik yang dialami rakyat Palestina.
Resolusi tersebut pun dianggap tidak menyelesaikan dampak genosida brutal yang telah berlangsung selama dua tahun, meskipun perang telah diumumkan berakhir sesuai rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP) yang juga warga Gaza, Ahed Abu Al Atta. Menurut dia, Resolusi PBB juga memuat istilah dan mekanisme yang mengancam hak-hak nasional Palestina serta cenderung mendukung kepentingan penjajahan secara tidak langsung.
Ahed mengungkapkan bahaya yang terkandung dalam Resolusi PBB. Pertama, Resolusi PBB tersebut tidak memadai untuk menangani krisis Palestina. Resolusi PBB mengabaikan besarnya pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil di Gaza serta tidak memberikan jaminan nyata bagi pemulihan hak-hak politik dan kemanusiaan rakyat Gaza.
"Karena itu, resolusi (PBB) ini tidak mampu menghadapi dampak bencana kemanusiaan yang berkepanjangan," kata Ahed saat dihubungi Republika, Rabu (19/11/2025).




