REPUBLIKA.CO.ID, Menikah adalah di antara seni dalam mengarungi hidup tersendiri. Ada banyak hal yang penting diperhatikan, termasuk soal niat.
Berikut ini kisah ujian dan cobaan dari menikah yang berangkat dari niat tak lurus. Kisah ini diriwayatkan dari ulama besar di masa Salaf, Sufyan bin Uyainah (107-198 H), sebagaimana dinukilkan Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, dari Kitab Hilyat Al’Awliya’, karangan Abu Na’aim Al-Ashafani:
ﺟَﺎءَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﺃَﺷْﻜُﻮ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﻓُﻼَﻧَﺔٍ - ﻳَﻌْﻨِﻲ اﻣْﺮَﺃَﺗَﻪُ - ﺃَﻧَﺎ ﺃَﺫَﻝُّ اﻷَْﺷْﻴَﺎءِ ﻋِﻨْﺪَﻫَﺎ ﻭَﺃَﺣْﻘَﺮُﻫَﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﻟَﻌَﻠَّﻚَ ﺭَﻏِﺒْﺖَ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻟِﺘَﺰْﺩَاﺩَ ﻋِﺰًّا ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَﻌَﻢْ
Ada lelaki datang kepada Sufyan dan berkata: "Aku ingin mengadu padamu tentang istriku. Aku sangat rendah baginya dan tidak berharga". Sufyan bertanya: "Apa kamu menikahinya dengan harapan mendapat keagungan?" Lelaki itu menjawab: "Ya, betul".
ﻗَﺎﻝَ: ﻣَﻦْ ﺫَﻫَﺐَ ﺇِﻟَﻰ اﻟْﻌِﺰِّ اﺑﺘﻠﻲ ﺑِﺎﻟﺬُّﻝِّ , ﻭَﻣَﻦْ ﺫَﻫَﺐَ ﺇِﻟَﻰ اﻟْﻤَﺎﻝِ اﺑْﺘُﻠِﻲَ ﺑِﺎﻟْﻔَﻘْﺮِ , ﻭَﻣَﻦْ ﺫَﻫَﺐَ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺪِّﻳﻦِ ﻳَﺠْﻤَﻊُ اﻟﻠﻪُ ﻟَﻪُ اﻟْﻌِﺰَّ ﻭَاﻟْﻤَﺎﻝَ ﻣَﻊَ اﻟﺪِّﻳﻦِ
Sufyan berkata: "Barangsiapa ingin keagungan (dalam pernikahan) maka ia diuji dengan kehinaan. Barangsiapa yang memilih ingin kaya maka diuji dengan kemiskinan. Barangsiapa menikah karena agamanya maka Allah himpun baginya kemuliaan, harta dan Agama"
ﺛُﻢَّ ﺃَﻧْﺸَﺄَ ﻳُﺤَﺪِّﺛُﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻛُﻨَّﺎ ﺇِﺧْﻮَﺓً ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔً , ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ , ﻭَﻋِﻤْﺮَاﻥُ , ﻭَﺇِﺑْﺮَاﻫِﻴﻢُ , ﻭَﺃَﻧَﺎ , ﻓَﻤُﺤَﻤَّﺪٌ ﺃَﻛْﺒَﺮُﻧَﺎ , ﻭَﻋِﻤْﺮَاﻥُ ﺃَﺻْﻐَﺮُﻧَﺎ , ﻭَﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻭْﺳَﻄَﻬُﻢْ
Sufyan kemudian bercerita: "Kami bersaudara ada empat. Muhammad, Imron, Ibrahim dan saya. Muhammad adalah yang paling tua. Imron yang paling muda. Dan saya tengah-tengah"
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺃَﺭَاﺩَ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﺰَﻭَّﺝَ ﺭَﻏِﺐَ ﻓِﻲ اﻟْﺤَﺴَﺐِ , ﻓَﺘَﺰَﻭَّﺝَ ﻣَﻦْ ﻫِﻲَ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻣِﻨْﻪُ ﺣَﺴَﺒًﺎ , ﻓَﺎﺑْﺘَﻼَﻩُ اﻟﻠﻪُ ﺑِﺎﻟﺬُّﻝِّ , ﻭَﻋِﻤْﺮَاﻥُ ﺭَﻏِﺐَ ﻓِﻲ اﻟْﻤَﺎﻝِ ﻓَﺘَﺰَﻭَّﺝَ ﻣَﻦْ ﻫِﻲَ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎﻻً ﻓَﺎﺑْﺘَﻼَﻩُ اﻟﻠﻪُ ﺑِﺎﻟْﻔَﻘْﺮِ: ﺃَﺧَﺬُﻭا ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﻳَﺪَﻳْﻪِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻄُﻮﻩُ ﺷَﻴْﺌًﺎ
Muhammad menikah dengan tujuan kedudukan. Lalu ia menikah dengan wanita yang lebih besar kedudukannya. Ternyata Allah mengujinya dengan kehinaan. Imron menikah ingin mendapat kekayaan. Maka ia menikahi wanita yang lebih kaya. Ternyata Allah mengujinya dengan kemiskinan. Mereka mengambil hartanya dan tidak memberikan suatu apapun kepadanya.
ﻓَﻘَﺪِﻡَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻣَﻌْﻤَﺮُ ﺑْﻦُ ﺭَاﺷِﺪٍ ﻓَﺸَﺎﻭَﺭْﺗُﻪُ , ﻭَﻗَﺼَﺼْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗِﺼَّﺔَ ﺇِﺧْﻮَﺗِﻲ , ﻓَﺬَﻛَّﺮَﻧِﻲ ﺣَﺪِﻳﺚَ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑْﻦِ ﺟَﻌْﺪَﺓَ ﻭَﺣَﺪِﻳﺚَ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ
Lalu kami didatangi oleh Ma'mar bin Rasyid. Saya ajak diskusi, saya sampaikan kisah saudara-saudara saya. Ma'mar mengingatkan saya dengan hadis Yahya bin Ja'dah dan hadis Aisyah.
ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺣَﺪِﻳﺚُ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑْﻦِ ﺟَﻌْﺪَﺓَ: ﻗَﺎﻝَ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: " ﺗُﻨْﻜَﺢُ اﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺭْﺑَﻊٍ: ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻨِﻬَﺎ , ﻭَﺣَﺴَﺒِﻬَﺎ , ﻭَﻣَﺎﻟِﻬَﺎ , ﻭَﺟَﻤَﺎﻟِﻬَﺎ , ﻓَﻌَﻠَﻴْﻚَ ﺑِﺬَاﺕِ اﻟﺪِّﻳﻦِ ﺗَﺮِﺑَﺖْ ﻳَﺪَاﻙَ ".
Hadits riwayat Ja'dah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Wanita dinikah karena empat hal, agamanya, kedudukannya (keturunan), hartanya dan kecantikannya. Dapatkanlah olehmu wanita yang agamis, maka kau tidak akan menyesal."
ﻭَﺣَﺪِﻳﺚُ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻥَّ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: «ﺃَﻋْﻈَﻢُ اﻟﻨِّﺴَﺎءِ ﺑَﺮَﻛَﺔً ﺃَﻳْﺴَﺮُﻫُﻦَّ ﻣُﺆْﻧَﺔً».
Hadits riwayat Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Wanita yang paling besar keberkahannya adalah yang paling mudah biaya nafkahnya."
ﻓَﺎﺧْﺘَﺮْﺕُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻲ اﻟﺪِّﻳﻦَ، ﻭَﺗَﺨْﻔِﻴﻒَ اﻟﻈَّﻬْﺮِ اﻗْﺘِﺪَاءً ﺑِﺴُﻨَّﺔِ ﺭَﺳُﻮﻝِ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ , ﻓَﺠَﻤَﻊَ اﻟﻠﻪُ ﻟِﻲَ اﻟْﻌِﺰَّ ﻭَاﻟْﻤَﺎﻝَ ﻣَﻊَ اﻟﺪِّﻳﻦِ "
“Aku memilih Agama dan nafkah yang tidak memberatkan pundakku dalam pernikahanku, untuk mengikuti sunah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Allah anugerahkan kepadaku memiliki kemuliaan, harta dan agama."