Rabu 31 Jul 2019 05:00 WIB

Pesantren Al-Ihsaan Kadugede, Tujuan Santri Jabar Belajar

Pesantren Al-Ihsaan Kadugede menjadi tujuan belajar agama.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Salah satu ruang Pesantren Al-Ihsaan.
Foto: Republika/ Andrian Saputra
Salah satu ruang Pesantren Al-Ihsaan.

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Pondok Pesantren Al-Ihsaan Kadugede merupakan salah satu pesantren tua yang ada di Kuningan, Jawa Barat. Pesantren yang berlokasi di Desa Windujanten Kecamatan Kadugede, Kuningan itu didirikan pada abad ke-19 atau 1830 M. 

Pendirinya adalah KH Asfanudin atau dikenal Mbah Asfanudin. Beliau adalah putra Kiai Adroi bin Kiai Yusuf, ulama yang juga mensyiarkan Islam di Kuningan. Kiai Asfanudin memiliki silsilah hingga pada syekh Abdul Muhyi Pamijahan atau dikenal Mbah Pamijahan.

Baca Juga

Pesantren Al-Ihsaan didirikan Mbah Asfanudin sepulangnya dia menuntut ilmu agama di daerah Ponorogo. Kiai Asfanudin mendirikan beberapa pendopo untuk mengajar mengaji para santrinya yang kian hari semakin banyak. 

Pesantren Al-Ihsaan semakin berkembang pesat terutama saat dipimpin Kiai Zainal Anwar putra Kiai Asfanudin dan berlanjut ke Kiai Abbas. Menurut cicit Kiai Asfanudin, KH Mansur Yunus, Pesantren Al Ihsan menjadi tujuan para santri terutama di Jawa Barat yang ingin memperdalam ilmu agama.   

“Santri-santrinya jalan kaki untuk mengaji ke sini, seperti saat Mbah Asfanudin mondok di Pondorogo juga berjalan kaki. Saat Kiai Abbas santrinya sampai dari luar Jawa,” kata Pengasuh Pesantren Al-Ihsaan, KH Mansur Yunus kepada Republika,co.id pada Selasa (30/7).   

Dalam metode pengajaran, Pesantren Al-Ihsaan Kadugede masih mempertahankan metode salaf. Ada sekitar 200 santri baik putra maupun putri yang mengaji di pesantren. saban harinya, santri diajarkan terutama mengaji kitab kuning yang membahas berbagai hal untuk memperkaya khazanah keilmuan.   

photo
Gerbang Pesantren Al-Ihsaan Kadugede, Kuningan, Jawa Barat. Republika/ Andrian Saputra

Menurut Kiai Mansur, di Pesantren Al-Ihsaan santri tak hanya ditekankan bisa menguasai berbagai literatur keislaman, lebih dari itu menurutnya para santri juga harus memiliki akhlak yang baik serta dapat istiqamah dalam menjalankan ibadah seperti berdzikir dalam setiap aktivitas.  

Meski pada mulanya santri yang mengaji di pesantren Al-Ihsaan hanya santri mukim atau menetap, namun saat ini terdapat juga santri nonmukim. Sebab pesantren pun telah mendirikan sekolah Aliyah agar para santri bisa juga mengenyam pendidikan formal.      

Kiai Mansur yang kini sudah berusia sekitar 79 tahun itu mengatakan pesantren Al Ihsan tak luput dari serangan Belanda. Bahkan menurut Kiai Mansur setelah kemerdekaan, pesantren didatangi orang-orang Partai Komunis Indoensia (PKI) yang bermaksud mencari Kiai Abbas. “Mereka bilangnya dari tentara sehingga Kiai Abbas keluar. Ternyata ditipu, ayah saya ditangkap dan ditembak ditempat,” katanya.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement