Rabu 23 Oct 2019 18:14 WIB

Total 200 Pesantren di Kuningan, 20 di Antaranya Mati Suri

Pemerintah berupaya menghidupkan kembali pesantren.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Kementerian Agama Kabupaten Kuningan mencatat ada sedikitnya 20 pondok pesantren di Kuningan yang mengalami mati suri. 

Menurut Kepala Kemenag Kuningan, Hanif Hanafi, pesantren-pesantren yang mengalami mati suri kebanyakan dilatarbelakangi karena pimpinan pesantren atau tokoh pesantren meninggal dunia, di lain sisi tak ada penerus yang mampu menggantikan untuk memimpin pesantren. Hingga tak ada lagi aktivitas belajar mengajar santri di pesantren tersebut.  

Baca Juga

“Di Kuningan ada sekitar 200 pesantren yang terdata, memang sekitar 10 persen kurang lebih 20 pesantren itu yang mati suri. Biasanya itu ulamanya yang meninggal, penerusnya mungkin dirasa belum diterima masyarakat. Kalau kendala ekonomi ada, tapi kan pesantren tak pernah mati karena itu, karena telah jadi keyakinannya adalah minhaitsu layahtasib,” kata Hanif kepada Republika,co.id pada (23/10).  

Kemenag Kuningan pun saat ini tengah berupaya untuk mendorong pesantren-pesantren yang mati suri. Salah satu upayanya yakni melalui Forum Pondok Pesantren. Melalui forum tersebut, Kemenag, Pemkab Kuningan, serta stakeholder terkait memotivasi pesantren agar bisa bangkit kembali.   

 

“Kita koordinasikan dan komunikasi agar pesantren yang semakin berkurang kita push agar hidup kembali. Jadi nanti ada evaluasi sejauh mana tingkat keberadaannya. Agar pesantren yang mati suri itu bangkit kembali. Dengan forum pondok pesantren itu kita berharap pesantren yang mati suri itu akan kembali eksis lagi dan memberikan kontribusi yang terbaik bagi umat,” kata Hanif.   

Beberapa waktu lalu, Republika.co.id mengunjungi beberapa pondok pesantren yang mengalami mati suri. Salah satunya adalah Pesantren Salafiyah Al Maimun di Desa Sindang Barang, Jalaksana. Sejak meninggalnya pendiri pesantren yakni Haji Zakaria pesantren ini pun mengalami kemunduran.   

Satu per satu santrinya meninggalkan pesantren terlebih setelah beberapa pengajarnya juga memutuskan untuk keluar dari pesantren. Kendati demikian, lembaga formal tingkat Tsanawiyah dan Aliyah yang berada di lingkungan pesantren masih berjalan hingga saat ini.  

Begitu pun dengan Pondok Pesantren Isyis Al Ghazali di Desa Mekarwangi, Lebakwangi. Pesantren ini perlahan-lahan meredup setelah meninggalnya pimpinan pesantren yakni KH Isyis Al Ghazali. Keturunannya sempat berupaya menghidupkan kembali pesantren itu namun tak bertahan lama. 

Pada 2005, aktivitas kepesantrenan pun meredup. Tak ada lagi santri yang mengaji di pesantren itu. Sementara para pengajarnya pun meninggalkan pesantren.  

Kendati demikian, bangunan pesantren masih berdiri kokoh. Bangunan saat ini dimanfaatkan untuk sekolah Paud dan tsanawiyah.    

“Kita ada halaqah bagaimana metode kepemimpinannya, kemudian bagaimana mengambil kitab rujukannya, melalui halaqah kiai-kiai. Agar ada satu pewaris di situ biar mereka melakukan langkah-langkah agar pesantren itu keberadaannya eksis kembali,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement