Senin 28 Oct 2019 16:13 WIB

Kuningan Cari Solusi Tangani Pesantren yang Mati Suri

Kemenag Kuningan mencatat ada sedikitnya 20 pondok pesantren mati suri.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Santri
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Santri

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN --- Wakil Bupati Kuningan, Ridho Suganda mengatakan pihaknya akan mencari solusi terkait sejumlah pondok pesantren di Kuningan yang mengalami mati suri. Menurutnya untuk menyelesaikan permasalah pesantren yang mati suri diperlukan pembahasan yang intensif dengan stakeholder terkait termasuk dengan Kemenangan Agama Kuningan.

“Kita akan bicarakan lagi dengan Kemenag yang mempunyai datanya, membahas apa yang harus dilakukan kedepannya karena untuk mengintervensi pesantren tak boleh sembarangan,” kata Ridho kepada Republika,co.id pada Senin (28/10). 

Baca Juga

Lebih lanjut Ridho pun berharap setelah adanya Undang-Undang Pesantren pemerintah pusat bisa mengalokasikan anggaran khususnya untuk membantu pesantren-pesantren yang mengalami mati suri. Sebab menurutnya keberadaan pesantren sangat penting untuk mencetak generasi bangsa yang memiliki akhlak yang baik. 

“(Dana untuk pesantren) haruslah, pasti ada. Kita butuh pendidikan mulai dari agama, supaya pemuda mempunyai akhlak baik dan itu bisa dilakukan Pesantren. Dan Madrasah Diniyah juga maju bisa dijadikan prasyarat masuk SMP. Ini harus ada campur tangan Pemda, bagaimana kebijakannya menuju ke situ, kita perlu membahasnya bersama,” katanya.

Sebelumnya Kemenag Kuningan mencatat ada sedikitnya 20 pondok pesantren di Kuningan yang mengalami mati suri. Menurut Kepala Kemenag Kuningan, Hanif Hanafi, pesantren-pesantren yang mengalami mati suri kebanyakan dilatarbelakangi karena pimpinan pesantren atau tokoh pesantren meninggal dunia, di lain sisi tak ada penerus yang mampu menggantikan untuk memimpin pesantren. Hingga tak ada lagi aktivitas belajar mengajar santri di pesantren tersebut.  

“Di Kuningan ada sekitar 200 pesantren yang terdata, memang sekitar 10 persen kurang lebih 20 pesantren itu yang mati suri. Biasanya itu ulamanya yang meninggal, penerusnya mungkin dirasa belum diterima masyarakat. Kalau kendala ekonomi ada, tapi kan pesantren tak pernah mati karena itu, karena telah jadi keyakinannya adalah minhaitsu layahtasib,” kata Hanif.  

Kemenag Kuningan pun saat ini tengah berupaya untuk mendorong pesantren-pesantren yang mati suri. Salah satu upayanya yakni melalui Forum Pondok Pesantren. Melalui forum tersebut, Kemenag, Pemkab Kuningan, serta stakeholder terkait memotivasi pesantren agar bisa bangkit kembali.      

Beberapa waktu lalu, Republika.co.id mengunjungi beberapa pondok pesantren yang mengalami mati suri. Salah satunya adalah Pesantren Salafiyah Al Maimun di Desa Sindang Barang, Jalaksana. Sejak meninggalnya pendiri pesantren yakni Haji Zakaria pesantren ini pun mengalami kemunduran.   

Satu per satu santrinya meninggalkan pesantren terlebih setelah beberapa pengajarnya juga memutuskan untuk keluar dari pesantren. Kendati demikian, lembaga formal tingkat Tsanawiyah dan Aliyah yang berada di lingkungan pesantren masih berjalan hingga saat ini.  

Begitu pun dengan Pondok Pesantren Isyis Al Ghazali di Desa Mekarwangi, Lebakwangi. Pesantren ini perlahan-lahan meredup setelah meninggalnya pimpinan pesantren yakni KH Isyis Al Ghazali. Keturunannya sempat berupaya menghidupkan kembali pesantren itu namun tak bertahan lama. Kendati demikian, bangunan pesantren masih berdiri kokoh. Bangunan saat ini dimanfaatkan untuk sekolah Paud dan tsanawiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement