Kamis 06 Apr 2017 19:00 WIB

Kemiskinan, Jadi Isu Utama di Uganda

Rep: Yusuf Ashiddiq/ Red: Agung Sasongko
Muslim Uganda
Foto: scarlettlion.com
Muslim Uganda

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Afrika adalah benua terbesar kedua di dunia setelah Asia. Dengan luas wilayah 30.224.050 kilometer persegi, termasuk pulau-pulau yang berdekatan, Afrika meliputi 20,3 persen dari seluruh total daratan bumi. Jumlah penduduknya hampir mencapai satu miliar orang. Dengan 800 juta penduduk di 54 negara, benua ini merupakan tempat bagi sepertujuh populasi dunia.

Benua Afrika terbagi atas tujuh bagian, yakni Afrika bagian selatan, bagian timur, bagian timur laut, utara, tengah, barat, dan negara kepulauan. Dipisahkan dari Eropa oleh Laut Tengah, Afrika menyatu dengan Asia di ujung timur lautnya melalui Terusan Suez yang memiliki lebar 130 km. Semenanjung Sinai yang dimiliki oleh Mesir sering dianggap secara geopolitis sebagai bagian dari Afrika.

Benua Afrika selama ini kerap diidentikkan dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Secara umum, sebagian kalangan menilai, kemiskinan yang melanda Afrika sudah demikian masif dan kompleks. Banyak faktor yang memengaruhinya. Mulai dari sejarah benua itu sebagai wilayah jajahan, maraknya korupsi, kondisi geografis, hingga konflik berkepanjangan di benua hitam itu.

Problem kemiskinan juga menjadi isu utama di Uganda. Negara di Afrika Timur ini berpopulasi sekitar 23 juta jiwa. Sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka pernah mengalami situasi sulit sebagai sebuah bangsa saat pertikaian antaretnis dan agama merebak, tetapi kini mereka mencoba bangkit dari keterpurukan. 

Bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkan kesejahteraan. Laporan lembaga Human Development menyebutkan, kendati beragam upaya telah ditempuh, tingkat kemiskinan tetap tidak turun. Sebaliknya, malah semakin bertambah. Tahun 1998, angka kemiskinan mencapai 35 persen dan lima tahun kemudian (2003) naik menjadi 38 persen. Kesenjangan antara kaum miskin dan kaya semakin melebar. 

Warga yang paling menderita berada di kawasan timur. Angka kemiskinan di kawasan ini tercatat paling tinggi berada di seluruh Uganda. Dari sekitar 35 persen tahun 2000, meningkat drastis menjadi 46 persen dalam tiga tahun. Salah satu sebab adalah kurang berkembangnya sektor pertanian. 

Komunitas Muslim Uganda pun menghadapi persoalan ini. Seperti disampaikan dosen Komunikasi Massa di Universitas Islam Uganda, Mpoza Abdul Hamid, banyak kemajuan telah dicapai kalangan Muslim. Akan tetapi, umat Islam masih terbentur masalah kemiskinan. 

Saat mengikuti general assembly International Islamic Federation of Student Organization (Forum Pemuda Islam Internasional) di Jakarta, awal Juni lalu, dia mengatakan, momentum untuk memperbaiki taraf hidup umat Islam sebenarnya pernah mengemuka antara tahun 1971–1979. Ketika itu, Idi Amin yang berasal dari kalangan Muslim menjabat sebagai presiden Uganda. Namun, belum ada kemajuan berarti dalam perbaikan kesejahteraan hidup Muslim dan rakyat Uganda secara umum. 

Sejak itu, umat Islam seakan menjaga jarak dari wacana perpolitikan ataupun beberapa aspek kemasyarakatan. Tak ayal, kondisi itu menimbulkan keprihatinan. Di antaranya dari Menteri Pertanahan Negara, Asuman Kiyingi. 

Pada satu kesempatan, Kiyingi mengungkapkan bahwa sebagian kaum Muslim masih diliputi perasaan rendah diri. Umat dinilai kurang berpartisipasi dalam pembahasan isu-isu bangsa dan jarang mengeluarkan pendapat. Demikian pula saat berlangsung kegiatan-kegiatan resmi atau sewaktu diminta memimpin doa, tidak seorang pun bersedia sehingga diambil alih kelompok non-Muslim.

Oleh karena itulah, Asuman Kiyingi berharap agar umat Islam lebih percaya diri serta mulai tampil ke depan. Dia meminta umat untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan agama dan bangsa.

Perlu dipahami, ini adalah hakikat agama Islam guna memajukan kualitas kehidupan, bukan terus-menerus menjadi pengemis serta peminta-minta, tegas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement