Rabu 16 Mar 2016 11:54 WIB

Polisi Sosialisasi Antiradikalisme ke Pesantren

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Achmad Syalaby
Aksi radikalisme (ilustrasi)
Foto: indianmuslimobserver.com
Aksi radikalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Markas Besar (Mabes) Polri menggencarkan sosialisasi antiradikalisme ke seluruh wilayah di Indonesia. Tak terkecuali pondok pesantren. Hal itu sebagai upaya pencegahan terjadinya aksi terorisme.

Kasat Binmas Polres Banyuwangi, AKP Imron mengatakan, ancaman radikalisme perlu diantisipasi. Kepolisian memiliki cara berbeda dalam penanganan paham tersebut. "Kepolisian menindak orangnya bukan agamanya," ujar Imron, pada acara Pemberdayaan Pondok Pesantren dan Ormas Islam untuk Menangkal Radikalisme, di Aula Korpri Kabupaten Banyuwangi, Rabu (16/3).

(Baca: BNPT tak Punya Standar Radikalisme).

Untuk menangkal pemahaman yang tidak sesuai dengan ajaran agama, lanjutnya, polisi mengharapkan bantuan tokoh masyarakat dan agama. Polres Banyuwangi mengumpulkan tokoh masyarakat dan pesantren. Hal tersebut untuk menekankan agar tokoh masyarakat dan pesantren terlibat dalam penanggulangan radikalisme.

Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur, Irjen Anton Setiadji mengakui, wilayahnya rawan dimasuki kelompok radikal. Karena itu, sosialisasi antiradikalisme pun ditingkatkan. Anton menjelaskan, pihaknya mengandalkan tiga pilar utama dalam mencegah masuknya paham radikal di Jawa Timur. Tiga pilar tersebut yaitu, Babinsa, Babinkamtibmas dan kepala desa.

Melalui tiga pilar tersebut, sosialisasi anti radikalisme rutin dilaksanakan. Saat ini, lanjutnya, baru dengan ceramah di seminar merupakan cara yang digunakan untuk menangkal paham radikalisme.

Di samping itu, Anton terus memantau mantan terpidana teroris. Jenderal bintang dua itu mengaku, setiap dua bulan bertemu dengan mantan terpidana teroris terutama eks kelompok Lamongan. "Bahkan memberikan bantuan untuk mata pencaharian," Anton menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement