REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Radikalisme belakangan malah dikaitkan dengan lembaga pendidikan Islam, seperti pondok pesantren (ponpes). Sebab, pandangan itu dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Pimpinan Pondok Pesantren Darun Najah, Sofwan Manaf, menyayangkan BNPT yang tidak memiliki standar terperinci tentang pesantren-pesantren yang dianggap mengajarkan radikalisme. Padahal, BNPT sendiri yang menjadi penyebab utama stigma negatif, di mana pesantren memiliki keterkaitan dengan radikalisme dan sebalknya.
"Sayangnya, mereka sendiri tidak memiliki standar radikal," kata Sofwan kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia mengungkapkan, fakta itu didapatkan saat melakukan kunjungan langsung ke BNPT. Pihak pesantren meminta penjelasan terperinci terkait persoalan tersebut. Saat itu, lanjut Sofwan, BNPT malah menolak memberikan keterangan terperinci tentang pernyataan yang dilempar, dan menjadi bola panas tentang pesantren.
Meski begitu, Sofwan memahami kalau BNPT merupakan lembaga yang memang bekerja sama dengan pihak-pihak asing sehingga hanya memiliki target anggaran yang hendak dicapai. Ia mengaku memaklumi saja melihat BNPT yang seakan berusaha menjual produk kegiatan dengan pesantren yang menjadi objeknya.
Sofwan menegaskan, paham-paham radikalisme memang bisa tumbuh dalam diri siapa saja, termasuk lulusan-lulusan pesantren. Ia menambahkan, paham-paham itu kemungkinan besar masuk saat mereka mendapatkan pengaruh luar atau tekanan dari keadaan yang mereka alami.