Rabu 24 Feb 2016 17:16 WIB

BNPT Minta 18 Pesantren Diawasi

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Saud Usman Nasution.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Saud Usman Nasution.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta jajaran Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) tingkat daerah mengawasi 18 pondok pesantren yang berpotensi memunculkan radikalisme. Pengawasan dilakukan berdasarkan adanya santri yang terlibat terorisme.

Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) FKPT di Jakarta, Selasa (23/2) malam, berharap peran penelitian dan pendataan lokasi oleh FKPT di daerah dapat semakin ditingkatkan pada 2016.

"Alokasi Rp 1 miliar untuk masing-masing FKPT harus dipertanggungjawabkan dengan peningkatan penelitian dan pendataan lokasi radikalisme di daerah," kata dia. Saat ini, terdapat 32 FKPT di tingkat provinsi di Indonesia. Dua provinsi yang belum memiliki forum ini adalah Papua dan Papua Barat.

(Baca: DPR Pertanyakan Indikator Pesantren Ajarkan Terorisme).

FKPT bertugas di daerah untuk meneliti potensi gerakan terorisme, membuat sistem siaga dini bahaya terorisme, pelatihan antiterorisme bagi pemuda, mengedukasi semua elemen masyarakat, serta pembinaan napi dan mantan napi.

BNPT mencatat terdapat 18 ponpes yang terindikasi berpotensi memunculkan pengaruh radikalisme, di antaranya Islam Amanah di Poso (terkait Jemaah Islamiyah dan kerusuhan Poso), Nurul Hadid dan Al-Muttaqin di Cirebon (terkait Jemaah Islamiyah dan Jemaah Anshorut Tauhid), Al-Abqory di Serang (terkait Jabhat Al-Nusra), Al-Islam di Serang (terkait Jemaah Anshorut Tauhid), dan Darul Aman di Makassar (terkait Jemaah Islamiyah dan Majelis Mujahidin Indonesia).

"Saya yakin jumlahnya bisa tambah, bisa kurang, karena tolok ukur awalnya keterlibatan dari santri, tenaga pengajar, atau kolaborasi dengan kelompok radikalisme yang telah diproses hukum," kata Saud.

Dia mengatakan pula bahwa pihaknya serba sulit dalam mengungkap radikalisme di pondok pesantren."Al Mukmin di Ngruki mengaku tidak mengajarkan terorisme, termasuk yang di Tanah Runtuh, Palu. Jadi kami sebenarnya tidak mau mengatakan potensi radikalisme, tapi memang kenyataannya seperti itu," kata dia.

Selain itu, Saud mengatakan bahwa penggolongan pondok pesantren tersebut merupakan masukan bagi pihak pengelola pondok tersebut untuk menjalin dialog. "Pondok ini harus terbuka, tidak eksklusif, apalagi jika ada yang masih mengarah ke terorisme," kata dia. (Baca: Kemenag Masih Verifikasi 19 Pesantren Dicap Radikal).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement