Ahad 29 Nov 2015 20:01 WIB

Maria Anastasia: Islam Jawab Pertanyaanku Soal Kematian

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Mualaf
Foto:
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan hidayah bermula saat Maria duduk di tingkat pertama bangku kuliah IKIP Sanata Dharma. Ia bertandang ke rumah seorang kawan Muslim.

Di sana, Allah menggerakkan tangannya untuk meminjam satu dari dua buku yang tergeletak di kamar. Buku yang satu itu dibawanya pulang tanpa lebih dulu dibuka apa judulnya. Semua terjadi tanpa sengaja.

Begitu sampai di rumah, alangkah terkejut Maria. Apa pasal? Ternyata buku itu Mengapa Saya Masuk Islam karya Eddy Crayn Hendrik, seorang Protestan yang mendapat hidayah masuk Islam.

Perempuan itu sempat berburuk sangka.  Mungkinkah temannya sengaja?

Maria tak tahu hendak diapakan buku itu. Ia takut orang tuanya akan marah kalau tahu dia menyimpan buku semacam itu. Tiga bulan kemudian, rasa penasaran menggerakkan tangannya untuk menelisik isi buku tersebut.

Ternyata isi buku itu membuat dia marah. Ia merasa ketuhanan Yesus dilecehkan. Namun, kemarahan itu lantas menggerakkan Maria untuk mencermati Injil.

Seperti Eddy Crayn Hendrik, dia mulai menekuni ayat demi ayat Alkitab. Tak butuh waktu lama, bab pertama saja ternyata sudah membuat dia pusing. Maria menemukan inkonsistensi, polemik soal ketuhanan Yesus dan kontradiksi bahasa Alkitab.

Semua itu terus-menerus membuatnya berpikir, mengapa Tuhan bisa mati di tiang salib? Mengapa Dia tidak melawan, sedang Dia Mahasegala? Dialog dengan pastur, suster, juga teman-temannya sesama aktivis gereja tak membuat batin Maria tenang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement