Jumat 30 Oct 2015 16:07 WIB

Mencabut Bulu Kaki, Bolehkah?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Teknik Waxing (ilustrasi)
Foto: Modernmom.com
Teknik Waxing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Definisi cantik bagi sebagian kalangan perempuan adalah jika memiliki kulit bebas bulu. Produk-produk kecantikan pun banyak menawarkan alat pencukur atau pencabut bulu (waxing). Namun, bagaimanakah hukum fikihnya mencabut bulu yang tumbuh di kaki dengan tujuan untuk mempercantik diri?

Waxing sendiri sebenarnya disebut Islam sebagai sunah fitrah. Namun, daerah yang di- waxing terkhusus secara spesifik di beberapa bagian tubuh saja. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari Anas bin Malik RA, "Ada lima macam sunah fitrah, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (HR Bukhari Muslim).

Jadi, bagian yang boleh di-waxing atau dicukur, di antaranya, bulu kemaluan, bulu ketiak, dan kumis (bagi laki-laki). Demikian diterangkan Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya (1/34).  Namun, soal bulu kaki, para fuqaha (ahli fikih)

masih berbeda pendapat tentang kebolehannya.

Akar perbedaan pendapat ulama tersebut karena deskripsi dari bulu kaki itu sendiri. Apakah qiyas dari bulu kaki ini lebih dekat kepada bulu ketiak dan bulu kemaluan, atau lebih dekat kepada bulu alis. Ulama yang mengelompokkan bulu kaki bisa diqiyaskan dengan bulu ketiak tentu memperbolehkannya. Sementara, jika qiyasnya dekat kepada alis mata, maka hukumnya haram untuk dicabut atau dicukur.

Hal ini berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Allah melaknat orang yang mencabut an-Nabishah (alis dan rambut-rambut sekitar wajah) dan orang yang meminta dicabut\" (HR Muslim). Imam Nawawi memberi pengecualian kepada wanita yang tumbuh jenggot atau kumis di wajahnya menyerupai laki-laki. Maka yang demikian boleh baginya untuk mencabut.

Demikian seperti diterangkan dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (14/106). Para ulama yang tidak memperbolehkan waxing untuk bulu kaki juga berdalil dengan ayat Alquran soal mengubah ciptaan Allah SWT. Dalam firman-Nya disebutkan, "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar- benar mereka mengubahnya." (QS an-Nisa\' [4]:  119). Pendapat ini dipegang Mufti Arab Saudi Muhammad Salih al-Utsaimin.

Dalam buku Majmu'ah As'ilah Tahummu al-Usrah al-Muslimah karyanya disebutkan, bulu kaki termasuk ciptaan Allah SWT yang tak boleh diubah-ubah. Terkecuali, jika bulu betis dan paha wanita tersebut sangat lebat hingga menyerupai laki-laki. Ia membolehkan untuk mencabutnya litakhalluf (untuk berbeda) dengan laki-laki.

Soal proses waxing yang seperti ini, al- Utsaimin menegaskan agar wanita tersebut bisa melakukannya sendiri atau meminta bantuan suami. Al-Utsaimin tak memperbolehkan bagi wanita untuk memakai jasa waxing dari salon- salon kecantikan.

Para ulama yang mengharamkan waxing untuk bulu kaki juga mengkaji akibat yang ditimbulkannya. Pelaku waxing pada bagian yang tidak tergolong sunah fitrah biasanya banyak terkena iritasi kulit dan kanker. Penyebabnya, polusi dan partikel-partikel bebas di udara dan produk kimia dapat cepat masuk ke dalam tubuh yang seharusnya diproteksi rambut-rambut halus pada kaki. Tentu saja, menjatuhkan diri dalam kebinasaan adalah haram hukumnya. (QS al- Baqarah [2]: 195).

Selain itu, ada pendapat ulama yang mem- bolehkan bahwa qiyas mencabut bulu kaki ba gi wanita, dekat dengan qiyas mencabut atau mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan. Ilat keduanya sama, yakni sama-sama bertujuan untuk kebersihan dan kecantikan diri. Jika mencabut bulu ketiak agar bersih, terhindar dari bau, dan terlihat cantik, maka demikian pula ilatnya dengan bulu kaki.

Kalaupun qiyas ini tidak diterima, maka kasus waxing untuk bulu kaki ini tergolong pada kategori hukum ma suqutu `anhu (sesuatu yang hukumnya boleh karena didiamkan atau dimaafkan). Berdalil dengan hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan, apa saja yang Allah SWT dan Rasul-Nya diam darinya, maka itu diampuni.

Bulu ketiak dan kemaluan secara tegas diperintahkan untuk dihilangkan. Sedangkan, alis mata serta jenggot bagi laki-laki, secara tegas pula dilarang untuk dihilangkan. Adapun bulu kaki, item ini tidak tercantum dalam hadis Nabi SAW. Maka, jadilah ia sebagai perkara ma suqutu `anhu. Hukum asalnya boleh dilakukan selama tidak ditemui dalil yang melarangnya. Demikian seperti diterangkan dalam fatawa al-Mar\'ah (1/310). Wallahu'alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement