REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat beragama mentaati aturan pendirian rumah ibadah yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan No 9 Tahun 2006. Menurut Sekjen MUI, Ichwan Sam, peraturan tersebut dirumuskan sedemikan rupa untuk menjaga kerukunan umat beragama. Sehingga, naif menggunakan kekerasan dalam urusan keagamaan. Termasuk nekad melanggar peraturan dan hukum tentang pendirian rumah ibadah.”Jangan memaksakan kehendak dengan kekerasan baik minoritas atau mayoritas, mau bikin rumah ibadah jangan mekso,”kata dia saat dihubungi Republika, di Jakarta, Senin (13/9).
Ichwan mengemukakan, aturan teknis pendirian rumah ibadat tersebut tidak boleh dilanggar dengan alasan hak menjalankan kebebasan beribadah. Sebab, bangunan berupa rumah penduduk, ruko atau apapun yang disulap menjadi rumah ibadah bisa memicu konflik. Masalahnya, orang tidak semudah itu menerima tindakan penyulapan itu karena umat agama manapun mempunyai perasaan sensitif.
Ichawan memaparkan, segala persoalan keagamaan harus dikembalikan ke hukum secara tegas dan lugas. Ketentuan ini berlaku untuk semua agama tak terkecuali Islam. Tak kalah penting, aparat dan pemerintah harus melakukan tindakan hukum bagi setiap pelaku kriminal dan tindak kekerasan. Penyelesaian masalah agama tidak boleh ditunda-tunda. Sebab, masalah agama tidak sama dengan kriminal biasa dan membutuhkan pemikiran panjang, strategis, dan ketegasan.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua MUI bidang Kerukunan Antarumat Beragama, Slamet Effendi Yusuf. Solusi tepat polemik pendirian rumah ibadah adalah mentaati peraturan bersama kedua menteri tersebut. Selain itu, kedua belah pihak yang berbeda diminta mengacu kepada nilai-nilai agama dan tidak mementingkan kelompok masing-masing.
Langkah ini, ungkap Slamet, penting diupayakan. Mengingat, masalah seperti ini sudah ada sejak lama. Apalagi, situasi saat ini memanas pasca penusukan jemaah HKBP oleh oknum tak bertanggung jawab. Dikhawatirkan, ada pihak ketiga yang mengambil keuntungan dan memprovokasi antarpihak yang berselisih. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah harus segera dilakukan.”Kedua belah pihak juga perlu berunding dan singkirkan gengsi,” ajak dia.