Ahad 04 Oct 2015 15:56 WIB

Pemakaman Mewah, Apa Hukumnya?

Warga melakukan ziarah kubur di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Ahad (7/6).  (Republika/Wihdan)
Warga melakukan ziarah kubur di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Ahad (7/6). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemakaman adalah salah satu hak seorang Muslim yang meninggal. Menyelenggarakan jenazah hukumnya fardhu kifayah. Tidak sedikit orang yang sudah berwasiat jika kelak meninggal untuk dikuburkan di tempat-tempat tertentu.

Saat ini salah satu kendala dalam penyelenggaraan jenazah adalah lahan pemakaman. Melihat begitu sulitnya menemukan lahan makam, kini pemakaman mulai dikomersilkan. Ada pelaku usaha yang menyediakan lahan makam khusus laiknya properti. Harganya pun beragam.

Mulai dari lahan kosong untuk dijadikan lahan pemakaman umum hingga satu liang lahat seharga miliaran rupiah lengkap dengan perawatan kelas eksklusif. Kini, pemakaman mewah dengan segudang fasilitas mulai marak. Bagaimana Islam memandang pemakaman mewah tersebut?

Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang makam mewah. Seseorang boleh berwasiat untuk dikuburkan di tempat tertentu sepanjang tidak menyulitkan.

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz 3 halaman 443 menegaskan, tidak mengapa seseorang membeli tempat untuk kuburannya dan kemudian berwasiat untuk dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini dilakukan oleh Utsman bin Affan, Aisyah, dan Umar bin Abdul Aziz.

Jual beli makam secara umum juga tidak dilarang. Asalkan memenuhi beberapa syarat di antaranya syarat dan rukun jual beli terpenuhi. Kemudian kavling kuburan tidak bercampur antara Muslim dan non-Muslm, penataan dan pengurusannya dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah dan tidak menghalangi hak orang untuk memperoleh pelayanan penguburan.

Terpenting, jual beli tersebut dilakukan dengan prinsip sederhana, tidak mendorong adanya tabdzir(boros), israf (berlebihan), dan perbuatan sia-sia yang memalingkan dari ajaran Islam. Jika pemakaman tersebut mengandung unsur tabdzir dan israf, baik dari segi luas, harga, fasilitas, maupun nilai bangunan maka hal tersebut dilarang. Bersambung..

 

Sumber: Pusat Data Republika/Nashih Nasrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement