REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketika kaum Islamis berada di oposisi, prinsip kita haruslah: kadang-kadang bersama kaum Islamis, tetapi selalu melawan negara.
Hal ini diambil dari buku “The Prophet and the Proletariat” karya pemikir sosialis Inggris Chris Harman, yang memaparkan pandangannya tentang revolusi Islam di Iran.
Ada alasan untuk menyoroti propaganda aliansi hijau-merah, seperti yang dipromosikan para pendukung Zionisme, yang mencoba mengaitkan gerakan global untuk Palestina dengan aliansi yang ada dan terorganisasi antara politik Islam dan kiri, berusaha untuk memberikan citra ideologis radikal yang tampak menjijikkan di Barat.
Istilah ini tidak berbeda dalam hal premis dan tujuan dari upaya menyesatkan untuk mengaitkan Islam dengan terorisme.
Lalu, apa sebenarnya koalisi hijau-merah itu? Apa konteks historis dan intelektual yang mendekatkan gerakan Islam dengan gerakan kiri? Dan bagaimana Israel mencoba memanfaatkannya?
Anti-Semitisme
Pusat-pusat penelitian dan surat kabar Ibrani mencoba mereduksi gerakan global untuk Palestina dengan warna-warna ideologis yang tampak radikal dan kontradiktif pada saat yang sama.
Mereka mencoba menggambarkan gerakan bebas untuk Palestina dengan keragaman yang luas, sebagai aliansi konspiratif kekuatan gelap yang secara fundamental bertentangan tetapi bersatu dalam “anti-Semitisme”.
Penyederhanaan ini terlihat di berbagai tingkatan kelembagaan yang saling terkait, berdasarkan prinsip memerangi delegitimasi yang ditetapkan oleh Institut Reut Israel dalam laporannya yang berjudul “Membangun Tembok Api Politik terhadap Delegitimasi Israel”.




