REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Uni Emirat Arab (UEA) percaya akan kemampuan militer Indonesia dalam mengemban misi perdamaian di Jalur Gaza, Palestina.
Duta Besar UEA di Jakarta, Abdulla Salem al-Dhaheri mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) punya reputasi gemilang sebagai militer penjaga perdamaian internasional.
Namun al-Dhaheri menyampaikan saran agar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunggu internasional terkait realisasi solusi dua negara Palestina-Zionis Israel sebelum memutuskan pengerahan pasukan perdamaian.
Al-Dhaheri menyampaikan, Indonesia adalah salah satu negara penting yang terlibat dalam deklarasi tingkat tinggi di Mesir, terkait dengan perjanjian damai Timur Tengah yag digagas Amerika Serikat (AS), pun juga Turki, pada Oktober 2025 lalu.
Ada 30-an negara, termasuk UEA yang terlibat dalam perjanjian tersebut untuk misi perdamaian di Palestina. Dan kata al-Dhaheri salah satu isi dalam proposal damai tersebut, terkait kesedian negara-negara yang terlibat dalam deklarasi perdamaian itu mengirimkan pasukan perdamaian untuk Palestina.
“Tetapi, anda harus tahu, bahwa pernyataa dari semua pihak yang mengatakan bahwa kita harus melihat dulu perjanjian antara komunitas internasional terkait dengan solusi dua negara di Palestina (dengan Zionis Israel),” kata al-Dhaheri saat ditemui Republika di kediaman Duta Besar UEA di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel) akhir pekan lalu.
Isi perjanjian damai di Mesir itu, kata al-Dhaheri juga diadopsi ke dalam Resolusi 2803 yang diterbitkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) pada bulan yang sama.
Salah-satu yang diadopsi terkait dengan pembentukan Pasukan Stabilitas Internasional (ISF) untuk menjaga perdamaian di Palestina, dan melakukan demiliterisasi di Gaza.
Dan Resolusi 2803 DK PBB tersebut memberikan kewenangan kepada negara-negara yang mengirimkan militernya ke dalam ISF untuk mengambil langkah-langkah sesuai hukum perang atau humaniter dalam pelucutan senjata faksi-faksi bersenjata nonnegara di Gaza.
Namun Kata al-Dhaheri, sebelum itu dilakukan, perlu bagi negara-negara yang bakal mengirimkan pasukannya ke ISF untuk menagih komunitas internasional menyangkut solusi dua negara.




