REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok Hamas menyatakan siap menyerahkan persenjataan mereka di Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina. Namun, hal itu hanya akan dilakukan jika Israel mengakhiri pendudukannya.
"Persenjataan kami terkait dengan keberadaan pendudukan (Israel) dan agresi. Jika pendudukan berakhir, persenjataan ini akan berada di bawah otoritas negara," kata pemimpin sekaligus kepala negosiator Hamas, Khalil al-Hayya, dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya, Ahad (7/12/2025).
Otoritas negara yang dimaksud al-Hayya adalah negara Palestina yang berdaulat dan merdeka. Dia menyampaikan bahwa Hamas juga tak menolak kehadiran pasukan PBB di Gaza. Asalkan pasukan tersebut tak berusaha atau membawa misi untuk melucuti persenjataan Hamas.
"Kami menerima pengerahan pasukan PBB sebagai pasukan pemisah, yang bertugas memantau perbatasan dan memastikan kepatuhan terhadap gencatan senjata di Gaza," ujar al-Hayya.
Bulan lalu, Dewan Keamanan (DK) PBB telah mengadopsi resolusi yang mendukung rencana perdamaian Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk Jalur Gaza. Resolusi tersebut diadopsi setelah memperoleh dukungan 13 dari 15 negara anggota DK PBB. Dua negara lainnya, yakni China dan Rusia, memilih abstain.
Resolusi DK PBB 2803 menyambut rencana perdamaian Gaza yang diumumkan Donald Trump pada 29 September 2025. Dari 20 poin yang termaktub dalam rencana perdamaian tersebut, tahap pertama telah menghasilkan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Selain itu, Resolusi DK PBB 2803 juga menyambut pembentukan Dewan Perdamaian atau Board of Peace (BoP) sebagai pemerintahan transisi di Gaza. BoP akan mengoordinasikan upaya rekonstruksi Gaza yang telah tercabik akibat agresi Israel selama dua tahun terakhir.
Resolusi DK PBB memberi wewenang kepada BoP untuk membentuk Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) sementara di Gaza. ISF bakal dikerahkan di bawah komando terpadu yang dapat diterima oleh BoP. Negara-negara akan menyumbangkan personel militer untuk bergabung dalam ISF. Hal itu dilakukan dalam konsultasi dan kerja sama yang erat dengan Mesir serta Israel.
Kelompok Hamas telah menyuarakan penolakan atas Resolusi DK PBB 2803. Salah satu poin yang ditolak Hamas adalah perihal pembentukan ISF. Selain itu, Hamas menilai, resolusi tersebut "melayani" tujuan Israel yang gagal dicapai selama perang dua tahun terakhir.




