REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren dikenal sangat memegang prinsip sami'na wa atha'na. Artinya, kaum Nahdliyin akan sangat menaati arahan dari pimpinan dan ulama mereka.
Konsep sami'na wa atha'na ini pun mencuat dalam konflik internal PBNU. Pasalnya, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dinilai tidak mematuhi Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar sebagai pimpinan tertinggi. Gus Yahya menolak diberhentikan dari posisinya.
Dalam konteks konflik di internal PBNU ini, Gus Yahya pun menjelaskan tentang prinsip sami'na wa atha'na tersebut.
"Soal prinsip sami'na wa atha'na. Prinsip sami'na wa atha'na itu adalah prinsip kepemimpinan untuk menjamin koherensi, menjamin kepaduan keseluruhan elemen organisasi," jawab Gus Yahya saat ditanya dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Namun, menurutnya, ada juga prinsip yang berbunyi:
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
Artinya: "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Kholiq/Sang Pencipta (Allah).” (HR Tirmidzi).
Maka, menurutnya, jika ada yang mengingkari kesepakatan yang telah disepakati, maka termasuk maksiat kepada Tuhan.
"Jadi mengingkari kesepakatan, mengingkari ketetapan yang sudah disepakati bersama itu bukan hanya menciderai mereka yang ikut di dalam kesepakatan itu, tetapi juga merupakan maksiat kepada kholiq, maksiat kepada Tuhan," jelas Gus Yahya.
Sebab, lanjut Gus Yahya, pihaknya telah bersepakat dengan konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945. Maka, katanya, menyelisihi Undang-Undang Dasar 1945 itu juga termasuk maksiat kepada Khaliq.
"Maka kalau ada siapapun dia, walaupun kita junjung tinggi, (tapi) mengajak menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945 itu namanya mengajak bermaksiat kepada Tuhan juga," ucapnya. "Ndak boleh ditaati," katanya.
Gus Yahya menegaskan, di dalam syarikat bahkan ada aturannya, termasuk aturan mengenai cara menghakimi suatu masalah dan menghakimi orang lain.
"Itu ada caranya, harus ada bukti-bukti dan harus ada proses klarifikasi. Itu ketentuan agama. Kalau itu dilanggar itu berarti apapun sikap atau keputusan yang diambil itu batil di dalam pandangan syariah," ujar Gus Yahya.
"Jadi kewajiban untuk taat kepada pimpinan itu apabila atau dalam hal-hal yang tidak merupakan maksiat kepada Khaliq," ucap Gus Yahya.




