REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebuah video yang muncul di media sosial memperlihatkan kekejaman Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Sudan. Video yang direkam di El Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara yang terkepung, menunjukkan seorang petugas RSF mengeksekusi seorang warga sipil setelah menginterogasinya tentang identitas kesukuannya.
Korban, seorang pedagang yang dikenal secara lokal sebagai "A'ami (paman) Ahmed", dipaksa duduk di tanah tepat di sebelah utara Divisi Infanteri ke-6, sementara pejuang RSF berseragam menginterogasinya. Sudan Post menulis, video tersebut kemungkinan besar direkam saat serangan besar-besaran RSF di El Fasher pada 17 Agustus 2025, dan beredar luas di internet pada 18 Agustus.
“Bicaralah terus terang. Demi Tuhan, saya tidak banyak bicara, dan saya tidak mengampuni orang. Sejak Tuhan membentuk [Pasukan] Dukungan Cepat, saya tidak pernah mengampuni siapa pun – tidak seorang pun tahanan, tidak seorang pun. Sekarang, katakan padaku, di mana komandan Divisi Infanteri ke-6?”
Tahanan itu memohon dengan putus asa agar hidupnya diselamatkan. “Saya tidak tahu, demi Tuhan. Saya punya restoran. Tuhan memberkati Anda, tolong jangan bunuh saya,” katanya. Interogasi beralih ke latar belakang sukunya. Ketika pria itu menjawab bahwa dia adalah Borgo, salah satu kelompok non-Arab di Darfur, petugas itu mengangkat senjatanya. Dia melepaskan tujuh tembakan dari jarak dekat. Tubuhnya langsung ambruk.
Eksekusi terjadi setelah serangan terbaru RSF terhadap El Fasher, ibu kota negara bagian Darfur terakhir yang masih dikuasai Angkatan Bersenjata Sudan (SAF). Selama berbulan-bulan, RSF telah berupaya merebut kota itu. Markas Divisi Infanteri ke-6 SAF, menggunakan gelombang pejuang yang didatangkan dari milisi Arab di seluruh Darfur serta tentara bayaran dari Kolombia, Chad, Libya, dan Sudan Selatan. Serangan itu telah mengungsikan ribuan orang dan membuat mereka terjebak di dalam menghadapi kondisi seperti pengepungan.
The RSF leadership clearly has no intention of holding its men accountable for atrocities. They even seem to approve of them.
The same fighter here, also known as “Abu Lulu,” previously linked to documented crimes, has reappeared in El Fasher πΈπ© committing more atrocities. pic.twitter.com/7d9gh7AQ6F
— Rich Tedd π° βοΈ (@AfriMEOSINT) October 27, 2025
Sudans Post mengonfirmasi bahwa pembunuhan itu terjadi di Hai al-Nasr, sebuah area dua kilometer di utara markas divisi SAF dan sekitar 2,5 kilometer di selatan kamp pengungsian Abu Shok, yang juga sempat diserbu oleh pejuang RSF. Koordinat – 13°38’54.59″N 25°20’59.26″E – cocok dengan kompleks berpagar yang ditinggalkan di sebelah rumah sakit Nabd al-Hayat.
Cara petugas tersebut menginterogasi tahanan sebelum membunuhnya mencerminkan kasus-kasus lain yang terdokumentasi tentang pejuang RSF yang menggunakan identitas etnis sebagai dasar eksekusi. Para analis dan kelompok hak asasi manusia mengatakan pola ini menunjukkan bahwa pembunuhan berbasis identitas bukanlah sesuatu yang spontan, melainkan merupakan bagian dari strategi teror yang terorganisir.




